03 Maret 2010

Renungan Dharma

Renungan Dharma

Oleh bhikkhu Sudhammacaro.

Saya bangga punya Guru Buddha Gotama yang maha suci, meskipun Beliau telah lama tiada 25 abad yang lalu. Yang membuat saya bangga ialah dari sabda Buddha Gotama: ‘Jika Aku kelak telah tiada, jangan mencari guru yang lain, tapi jadikanlah Dharma ajaran-Ku (kebenaran universal) sebagai pengganti-Ku’. Dan saya terharu ketika menulis semua artikel ini, yang barangkali cinta-kasih Buddha Gotama yang sedemikian dalam dan luas. Yang mendorong saya yang bodoh ini bisa menulis artikel disini, semoga bermanfaat bagi orang banyak demi “Pencerahan Batin”, sesuai dengan misi Beliau. Harapan saya semoga semua artikel disini bisa membuka mata Dharma (mencerahkan) baik bagi umat Buddha khususnya, maupun untuk umat lain, tapi syaratnya harus meletakkan semua atribut ajaran agama apa pun namanya.

Perbedaan adalah suatu keindahan, karena itu perbedaan harus tetap ada, tak mungkin bisa dihapuskan. Namun kita tak perlu membenci mereka yang berbeda, juga tak perlu berniat membinasakan mereka yang berbeda dengan kita.

Sama dengan Kotoran tak mungkin bisa membersihkan Kotoran. Juga Kejahatan tak mungkin bisa menghilangkan Kejahatan. Solusinya hanya dengan kebaikan dan cintakasih untuk memperbaiki Kejahatan.

Pendidikan bukanlah hanya mengisi otak manusia dengan berbagai ilmu pengetahuan, dan informasi serta skil. Namun, seorang pendidik harus berupaya membuat manusia mengerti apa yang baik dan benar (kebijaksanaan). Bagaimana mencegah diri dari Kejahatan (moralitas).

Seberapa besar pun bahaya yang datang dari musuh yang amat kuat dan perkasa. Seberapa banyak dan hebatnya orang lain membenci kita, namun tidak lebih berbahaya daripada ‘Pikiran’ sendiri yang diracuni oleh kebencian dan kejahatan itu sendiri.

Kebencian tak akan pernah habis berakhir, bila dibalas dengan kebencian. Namun kebencian pasti akan punah bila dibalas dengan kebaikan, cinta dan kasih sayang.

Manusia mendapat hakikat hidup dari ‘Alam’ dan ‘Hewan’, misalnya; Bumi mendukung dan menunjang kelangsungan hidup manusia. Matahari memberikan cahaya, penerangan dan panas. Air memberikan minuman untuk menghilang rasa haus dan lapar. Udara memberikan hawa segar, bernafas memberi makna kehidupan. Pepohonan memberikan oksigen sekaligus menyerap racun karbon dioksida. Semua Hewan membantu dan menolong serta menunjang kehidupan seperti; sapi memberikan air susu, kerbau membajak sawah, ayam memberi telur dan dagingnya, Gajah membantu menarik kayu, Anjing menjaga rumah, dst.

Lantas, bagaimana manusia tega dan begitu kejamnya terhadap ‘Alam’ dan ‘Hewan’ dengan merusak lingkungan alam sekitarnya. Hutan yang hijau digunduli hingga jadi gedung bertingkat. Pepohonan yang besar dan berguna untuk menampung resapan air hujan, malah ditebang habis, bahkan dibakar demi mengejar uang. Laut dikuras bersama semua isinya untuk dijadikan masakan, hingga terumbu karang yang indah pun rusak dan hancur. Gunung dikeruk habis dikuras isinya dari emas, timah, batu bara, batu dan tanah, semua hanya demi uang dan perut sendiri. Hewan dijadikan pekerja untuk cari uang setelah tua-renta dibunuh, dibantai dan dijadikan masakan lezat, lalu disantap sebagai menu makanan. Dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orangtua, kakek-nenek suka memangsa hewan, minum susu sapi, makan telur ayam.

Kapankah manusia sadar dan berhenti merusak dan menghancurkan ‘Alam’ dan ‘Hewan’. Kapankah manusia sadar dan berhenti menguras semua isi ‘Alam’. Kapankah manusia sadar dan berhenti melecehkan ‘Alam’ dan ‘Hewan’. Kapankah manusia akan sadar dan mau menghargai serta menghormati ‘Alam’ dan ‘Hewan’ yang sebenarnya telah memberi makna dan hakikat serta menunjang kehidupan manusia itu sendiri? Walahualam alias tak mungkin! Lebih baik mati masuk Neraka Jahanam, setujuuuuuuu.....Ok.

KITA SEMUA ADALAH KELUARGA.

Oleh Gesyla

Kebahagiaan – ku berasal dari suara tawa anda.

Jika anda bersedih, Aku akan lebih sedih lagi.

Impian – ku, maunya anda bersama- ku untuk mencapainya.

Dan cinta-kasih anda telah menambah keberaniaanku.

Karena kita semua adalah keluarga.

Saling percaya, saling bergantung dengan rasa syukur.

Karena kita adalah keluaraga, dengan saling memikul beban.

Dan berbagi kebahagiaan dalam hidup kita.

KELAHIRAN YANG MELELAHKAN

Oleh Gesyla

Kita semua pernah mengeluarkan keringat darah.

Juga pernah mengalirkan air mata kesedihan.

Hanya demi sesuap nasi dan beberapa tetes air minum.

Siapa yang tak pernah merana, siapa yang tak pernah bersedih.

Tak sadar kita terus mondar-mandir di dunia fana ini melalui

tumimbal lahir yang melelahkan.

Sudah beberapa juta tahun kita berkelana di empat penjuru.

Namun, yang di dapat hanyalah penderitaan lahir dan batin belaka.

Telah lama kita selalu berharap dan berdoa,

namun yang di dapat hanyalah kesedihan, kesal, benci, marah, dendam

dan derita lahit dan batin yang tak dapat diuraikan dengan kata-kata.

Tumimbal lahir oh, tumimbal lahir yang amat melelahkan.

Aku tak akan kembali memasukinya lagi, hapuskanlah semua air mata kesedihan.

Mari kita bersam-sama hancurkan roda tumimbal lahir.

Sumber: Dari berbagai buku Dharma


Ke-aku-an

Oleh Bhante Pannyavaro Mahathera

Dalam pandangan agama Buddha, antara pikiran dan pemikiran tidaklah dibedakan. Pemikiran yang dalam pengertian umum adalah hasil dari pikiran, sesungguhnya adalah pikiran itu sendiri. Sama seperti kita melihat rumah. Komponen2 seperti tiang, kasau2, dinding, kerangka atap, genteng dan lantai; yang disusun membentuk rumah, sebenar-benarnya adalah rumah itu sendiri. Sama sekali tidak bisa dikatakan, bahwa 'rumah' ini memiliki tiang seperti ini, dinding seperti ini, atap begini, lantai begitu, dan sebagainya. Rumah yang mana yang memiliki atau menjadi si pemilik semua itu? Tidak ada! Komponen atau bagian-bagian itu sendiri, yang tersusun seperti itu, adalah 'rumah' itu sendiri. Tidak ada si pemilik atau bagian rumah, dan bagian lainnya adalah bagian yang dimiliki atau menjadi pelengkap. Persis seperti itu adalah pikiran kita. Pikiran ini adalah pemikiran itu sendiri, termasuk proses berpikir.

Pemikiran itu pun bukan juga suatu yg muncul kemudian berhenti, sehingga boleh dianggap sebagai hasil akhir dari suatu proses berpikir. Satu pemikiran muncul sesaat, kemudian berubah, cepat sekali, terus begitu tanpa henti.

Semua yang muncul menjadi pikiran atau pemikiran disebut sankhara, perpaduan. Disebut perpaduan karena sifat kemunculannya yang tidak mandiri tetapi terjadi karena banyak faktor. Dan juga faktor-faktor yang memungkinkan timbulnya pikiran itu tidak kekal, berubah terus, maka pikiran yang muncul pun berubah dengan cepat.


Pengertian Benar


Bila faktor yang berpengaruh pada pikiran itu benar dan baik, maka pikiran pun mendapatkan faktor yang benar dan baik. Pengaruh baik itu dalam Delapan Unsur Jalan Mulia disebut Pengertian Benar atau Pandangan Benar. Pengertian yang benar adalah pengertian yang sesuai dengan Hukum ALam (Niyama Dhamma) dan membawa keterbebasan dari penderitaan.

Seluruh ajaran Guru Agung Buddha Gotama atau Dhamma, yang kita pelajari dan fahami adalah pengertian benar. Pengertian benar ini mempengaruhi pikiran.

Tetapi pikiran tidak selalu berada dalam pengaruh atau arahan yang benar. Faktor-faktor lain pun masih sering muncul mempengaruhi pikiran kita, misalnya keserakahan, kebencian, keakuan, dan berbagai angan-angan lainnya.

Bila pengaruh buruk itu muncul pada pikiran, lalu seseorang teringat pada pengertian benar bahwa keburukan akan berakibat keburukan; oleh karenanya pengaruh buruk jangan diikuti; maka pikiran buruk tidak akan berlanjut terus.

Proses tidak berlanjutnya pikiran buruk itu dapat diterangkan sebagai berikut: Adanya kewaspadaan yang mengetahui bahwa pikiran buruk sedang atau mulai muncul, kemudian digunakanlah pengertian atau konsep yang baik untuk menghentikannya.

Memang bisa berhasil. Meski bisa juga tidak berhasil. Artinya, pikiran yang buruk itu berjalan terus sampai muncul menjadi ucapan atau tindakan yang buruk. Cara ini yang dilakukan oleh hampir semua umat beragama. Pengertian benar yang sudah diyakini atau diimani digunakan untuk mengatasi pikiran-pikiran buruk.

Demikian juga, umat Buddha mengenal pengertian Anatta (tanpa-aku), atau Sunyata (Tanpa inti yang kekal). Tetapi bukan berarti kalau seseorang sudah mengerti atau faham benar tentang pengertian Anatta yang diajarkan oleh Guru Agung Buddha Gotama, maka sudah tidak ada lagi pikiran keakuan padanya. Pikiran keakuan itu tetap saja timbul begitu cepat dan begitu sering meskipun dia sudah sangat faham Anatta dan juga sudah tidak menghendaki pikiran keakuan itu timbul.

Bila ia waspada terhadap munculnya pikiran keakuan itu: "Ini kebaikanku". "Ini jasaku". "Ini kewajibanku". "Ini hasilku", dan masih banyak lagi, lalu dilawanlah pikiran keakuan itu dengan pengertiannya tentang Anatta (Tanpa-aku) yang sudah diyakini kebenarannya. Maka yang sekarang menjadi pikirannya adalah pikiran atau konsep tentang Anatta (Tanpa-aku) tersebut. Cara ini bukanlah cara mengatasi atau menghabiskan keakuan, melainkan melawan konsep (keakuan) dengan konsep (tanpa-aku).

Untuk memudahkan mengingat, kita berikan saja nama untuk cara ini: cara konvensional atau cara biasa.


Kewaspadaan atau Perhatian

Cara menghabiskan pikiran keakuan yang sering muncul dan menjadi sumber keburukan atau penderitaan menurut ajaran Guru Agung Buddha Gotama adalah:

Perhatikan atau waspadai terus-menerus bila pikiran keakuan itu muncul. Jangan menyesali bila pikiran keakuan muncul, tetapi yang sangat penting adalah menyadari atau memperhatikan pikiran itu. Perhatikan saja! Waspadai saja!



Waspadai dengan sikap pasif. Artinya, tidak perlu menggunakan konsep Anatta (Tanpa-aku) untuk menghentikan atau melawannya. Tidak menganalisis dari mana munculnya pikiran keakuan itu, dan juga tidak perlu ingin menghentikannya karena tidak sesuai dengan Dhamma. Tetapi, perhatikan saja terus-menerus, awasi saja terus-menerus. Mengawasi dengan pasif. Hanya mengawasi saja! Maka, pikiran keakuan itu akan teratasi, akan berhenti dengan sendirinya. Inilah cara yang diajarkan oleh Dhamma ajaran Guru Agung Buddha Gotama sebagai cara untuk menghabiskan keakuan. Kita namakan cara ini: cara vipassana atau cara pencerahan.

Memang kita belum mampu mengawasi setiap timbulnya pikiran buruk: keserakahan, iri hati, kebencian, kekejaman, kejengkelan, kekecewaan dan keakuan. Tetapi bila kita mengetahui atau menyadari bahwa pikiran itu mulai atau sedang muncul, maka perhatikanlah, awasilah! Pikiran itu akan berhenti. Selanjutnya hanya kesadaran murni yang berlangsung. Kesadaran murni itu adalah kata lain dari kebebasan. Kebebasan dari penderitaan. Meski hanya dialami sesaat, kesadaran murni adalah kebebasan. Bagi yang belum mencapai kebebasan penuh, kebebasan itu hanya dialami sesaat. Mengapa hanya dialami sesaat? Karena kotoran yang lain dari pikiran masih akan muncul lagi.


Beda antara manfaat kedua cara

Apakah perbedaan di antara kedua cara, yakni cara biasa dan cara vipassana, dalam mengatasi pikiran buruk? Cara biasa, yaitu cara melawan konsep buruk atau pikiran buruk dengan pikiran baik yang didasari pengertian benar atau keyakinan memang bisa menghentikan pikiran buruk. Karena pikiran buruk bisa dihentikan, maka perilaku buruk tidak akan dilakukan. Tetapi cara ini tidak banyak mengurangi kelekatan seseorang pada kenikmatan dalam melakukan keburukan.

Ketagihan pada kenikmatan terhadap keburukan, dan juga kenikmatan terhadap kebaikan, akan memperkuat pikiran keakuan. Keakuan ini kemudian menyebabkan berbagai keinginan bermunculan.

Cara vipassana atau mengembangkan pandangan terang akan menumbuhkan pencerahan mental yang menyadarkan kita bahwa kondisi pikiran ini adalah tidak kekal. Dalam perhatian penuh atau perhatian terus-menerus itu kita akan menyadari dengan jelas munculnya suatu pikiran, bertahan sebentar, lalu tenggelam. Kemudian muncul pikiran yang lain, bergolak, berkembang, tidak lama juga lalu tenggelam. Begitu seterusnya! Arus pikiran ini tidak akan pernah berhenti. Pencerahan mental yang timbul dari perhatian terus-menerus (nyana), bukan logika intelektual, terhadap pikiran kita sendiri ini akan mengurangi kelekatan atau kelengketan kita terhadap segala kenikmatan sesaat. Kekuatan keakuan yang timbul dalam pikiran menjadi berkurang. Kekuatannya yang membakar-bakar berbagai keinginan pun berkurang.

Kemampuan mengetahui pikiran-pikiran yang muncul, utamanya pikiran keakuan, dan mengawasi atau memperhatikannya terus-menerus sampai pikiran keakuan itu lenyap adalah latihan dan juga tujuan meditasi Buddhis.

Sumber: Facebook Bodhigiri Uttama Caritta ( BUC )

MERAMAL MASA DEPAN (Kumpulan ceramah Ajahn Brahm)

Banyak orang yang ingin mengetahui masa depan. Sebagian orang begitu tak sabarnya menanti apa yang akan terjadi, karena itu mereka mulai mencari jasa dukun dan peramal. Saya punya peringatan bagi Anda mengenai para peramal: jangan percaya pada peramal yang miskin!

Para bhikkhu yang berlatih meditasi dianggap sebagai peramal yang hebat, tetapi biasanya mereka tidak gampang diajak bekerja sama.

Suatu hari, seorang umat yang telah lama menjadi murid Ajahn Chah meminta sang guru besar untuk meramal masa depannya. Ajahn Chah menolak: bhikkhu yang baik tidak ramal- meramal. Tetapi si murid bersikukuh. Dia mengingatkan Ajahn Chah berapa kali dia sudah berdana makanan, berapa banyak dana yang telah dia sumbangkan untuk viharanya, dan bagaimana dia menyopiri Ajahn Chah dengan mobil dan biaya darinya, mengabaikan keluarga dan pekerjaannya sendiri. Ajahn Chah melihat bahwa orang itu terus bersikeras meminta untuk diramal, jadi dia berkata untuk sekali ini saja dia akan membuat perkecualian terhadap peraturan bahwa bhikkhu tidak boleh meramal. "Mana tanganmu. Sini kulihat telapak tanganmu."

Si murid sangat senang. Ajahn Chah belum pernah membaca telapak tangan murid lainnya. Ini spesial. Lagi pula, Ajahn Chah dianggap sebagai orang suci yang punya kemampuan batin yang hebat. Apa pun yang dikatakan oleh Ajahn Chah akan terjadi, pasti akan terjadi.

Ajahn Chah menelusuri garis-garis telapak tangan si murid dengan jarinya. Setiap beberapa saat, dia bicara sendiri, "Ooh, ini menarik" atau "Ya, ya, ya" atau "Luar biasa". Si murid yang malang itu risau dalam penantian.

Ketika Ajahn Chah selesai, dia melepaskan tangan si murid dan berkata kepadanya, "Murid, berikut ini adalah keadaan masa depanmu."

"Ya, ya," kata si murid dengan cepat.

"Dan saya tak pernah salah," tambah Ajahn Chah.

"Saya tahu, saya tahu. Jadi, bagaimana nasib masa depan saya?" tanya si murid dengan penasaran memuncak.

"Masa depanmu akan tak pasti," kata Ajahn Chah. Dan dia tidak salah!

Sumber dari Internet,
Dikutip dari buku Membuka Pintu Hati

11 Januari 2010

Kebahagiaan Itu Dibuat, Bukan Dicari

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Na kahāpaṇa vassena, Titti kāmesu vijjati

Appasādā dukhā kāmā, Iti viññāya paṇḍito

Nafsu keinginan tidak pernah terpuaskan, meskipun oleh hujan emas.

Orang bijaksana memahami bahwa nafsu keinginan memang membawa sedikit kepuasan,

namun akan lebih banyak membawa penderitaan.

(Dhammapada 14:8)

Banyak di antara kita yang menginginkan sebuah kebahagiaan. Terkadang kita melakukan apa saja atas nama kebahagiaan, tetapi bukan kebahagiaan yang kita dapatkan, justru malah sebaliknya. Apakah kebahagiaan itu sesuatu yang sulit didapatkan?

Bagi kita pencari kebahagiaan, tentu kebahagiaan adalah sesuatu yang sulit untuk didapatkan. Tetapi bagi kita pembuat kebahagiaan, tentu kebahagiaan adalah sesuatu yang mudah untuk didapatkan. Lalu apa yang membedakan antara pencari kebahagiaan dan pembuat kebahagiaan? Yang membedakan adalah asal mula munculnya kebahagiaan itu. Jika pencari kebahagiaan, kebahagiaan muncul dari luar diri atau obyek yang di luar. Tetapi jika pembuat kebahagiaan, kebahagiaan muncul dari dalam diri.

Mengingat bahwa segala yang kita dapatkan selalu mengalami proses perubahan yang mungkin menciptakan ketidak-bahagiaan, maka yang terbaik bagi kita adalah menjadi pembuat kebahagiaan, bukan pencari kebahagiaan.

Untuk menjadi pembuat kebahagiaan, Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada kita, salah satunya adalah memiliki kepuasan dan sedikit keinginan.

Kepuasan

Kepuasan adalah puas dengan apa yang telah dimiliki sehingga tidak menginginkan milik orang lain. Dalam kehidupan nyata kepuasan dianggap kurang begitu penting, apalagi kita yang hidup dalam era modern seperti ini yang selalu dituntut untuk memuaskan keinginan. Padahal keinginan itu sesungguhnya tidak ada habisnya, semakin dikejar justru semakin jauh. Karena keinginan itu, kurang lebih seperti kalau kita lari di atas treadmil, semakin kita lari kencang maka semakin cepat kita lelah. Itulah gambaran tentang keinginan, maka kita perlu membuat sebuah kepuasaan.

Kepuasan muncul bukan karena mendapat apa yang kita inginkan, melainkan puas dengan apa yang telah diperoleh. Sebagai orang yang berkeluarga tentu puas dengan pasangan yang telah dimiliki. Puas dengan apa yang diberikan pasangan hidupnya.

Bagi keluarga yang menginginkan adanya kebahagiaan, kesetiaan, dan kejujuran, maka milikilah kepuasan. Kebahagiaan muncul karena adanya kepuasan. Kesetiaan muncul karena kepuasan, orang tidak setia karena tidak memiliki kepuasan. Kejujuran akan muncul juga karena kepuasan. Sebagai contoh, orang yang korupsi besar-besaran bukan karena ia orang tidak mampu tetapi karena tidak adanya kepuasan, maka ia menipu, tidak jujur dan melakukan kecurangan. Inilah pentingnya sebuah kepuasan.

Bagi yang berjalan dalam kehidupan spiritual, kepuasan sangat memberi pengaruh besar. Batin akan mudah maju karena adanya kepuasan, sehingga pikiran ini tidak banyak berpikir melainkan akan mudah tenang dan mudah dikendalikan. Sebaliknya jika tidak ada kepuasan, pikiran akan terus mengembara dengan terus berpikir, sehingga akan sulit konsentrasi dan mungkin akan tersiksa oleh pikirannya sendiri.

Terkadang orang merasa tidak puas karena ia selalu membandingkan dengan yang di luar. Yang menjadi pembanding adalah sesuatu yang lebih tinggi darinya. Seperti pepatah yang sering kita dengar: ”rumput tetangga tampak hijau”. Tetapi jika orang membandingkan dengan yang lebih rendah darinya, maka ia akan sadar karena ia beruntung sehingga ia akan puas.

Sedikit keinginan

Sedikit keinginan bisa diartikan punya keinginan tetapi tahu batas-batasannya. Dengan demikian kita tidak selalu berupaya menuruti semua keinginan kita. Tetapi ada pertimbangan-pertimbangan sebelum memenuhi keinginan itu. Biasanya pertimbangan itu semacam mengetahui tentang: untung dan ruginya, baik dan buruknya, kemudian apakah itu pantas atau tidak jika dilakukan, kemudian tahu seberapa besar kemampuan yang dimiliki. Secara mudah bisa diartikan memenuhi keinginan berdasarkan kebijaksanaan.

Dalam berkeluarga sedikit keinginan sangat perlu dikembangkan, karena orang berkeluarga pada dasarnya ingin bahagia. Tetapi jika banyak keinginan dan keinginan itu tidak terpenuhi, maka kebahagiaan tidak tercipta. Dengan sedikit keinginan maka keluarga akan bahagia.

Bagi orang-orang yang berjalan dalam kehidupan spiritual, sedikit keinginan juga bisa diartikan mudah untuk dirawat, tidak merepotkan orang lain. Dengan demikian, maka akan mudah untuk membantu ketenangan batin. Tetapi jika memiliki keinginan seyogianya memiliki keinginan dengan ”sedikit keinginan”. Keinginan itu adalah hal-hal yang membantu menuju kesempurnaan batin sehingga mampu melenyapkan lobha, dosa, dan moha.

Marilah kita menanamkan kepuasan dan sedikit keinginan dalam diri kita masing-masing, sehingga kita akan selalu berbahagia dimanapun dan kapanpun .

Oleh: Bhikkhu Atthadhiro ( 20 Desember 2009)


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Flowers and Decors. Powered by Blogger