09 Mei 2009

Selamat Hari Raya Waisak 2553BE/2009

Hari ini kita memperingati Hari Raya Waisak , dimana seperti kita ketahui Hari Raya Waisak memperingati 3 peristiwa penting , yakni :
1. Hari Lahirnya Pangeran Siddharta Gautama
2. Hari Pangeran Siddharta Mencapai Penerangan Sempurna
3. Hari dimana Sang Buddha Parinibbana

Dengan memperingati Tri Suci Waisak, maka kita tentunya diharapkan dapat menyadari cita-cita luhur Pangeran Siddharta Gautama yang kemudian dengan perjuangan kerasnya hingga dapat mencapai penerangan sempurna dan disebut Sang Buddha, dimana Beliau melihat bahwa kehidupan manusia penuh dengan penderitaan., bahwa semua harta benda dan kesenangan duniawi memang dapat memberikan kebahagiaan bagi manusia, tapi itu hanya kebahagiaan sesaat, bisa dalam hitungan detik, menit, jam atau hari kebahagiaan itu dapat lenyap dalam sekejap, adakalanya harta benda yang melimpahpun tidak dapat memberikan kebahagiaan yang sebenarnya dalam hidup ini, juga bahwa semua yang ada di dunia ini adalah tidak kekal adanya, apapun yang kita miliki suatu saat akan berpisah dari kita.

Harta yang dapat memberikan kebahagiaan yang sebenarnya adalah timbunan kamma baik kita, dimana timbunan kamma baik kita yang akan menjadi tabungan kita untuk mendapatkan kebahagiaan, walaupun kita sudah meninggal, timbunan kamma baik akan terus mengikuti kita, sedangkan harta duniawi walaupun seberapa banyaknya, tidak akan kita bawa setelah kita meninggal.

Untuk itu dengan merenungkan Tiga Peristiwa Penting dari Waisak, semoga dapat memberikan semangat bagi kita untuk terus dapat selalu berbuat baik, membangkitkan cinta kasih kita kepada semua makhluk. Marilah kita giat berdana (dengan materi maupun nonmateri) untuk mengurangi penderitaan semua makhluk. Semoga dengan menghayati Tri Suci Waisak, Umat BUDDHA semakin terus bersatu dan tidak ada perpecahan dari berbagai organisasi Buddhist. Semoga semua organisasi/aliran Buddhist masing-masing dapat mengesampingkan egonya, dan bersatu memajukan Buddha Dhamma.

Selamat Hari Raya Waisak 2553/2009, Semoga semua makhluk hidup berbahagia.



SUMIN

07 Mei 2009

DOA, BISAKAH TERKABUL?

oleh : Yan Saccakiriyaputta

Hidup ini tidak memuaskan.
Ada saja yang kita rasa masih kurang kita miliki ; harta, rezeki, berkah, sandang-pangan, pekerjaan, kesehatan, keamanan, keturunan, keselamatan, kebahagiaan, dll.
Sesungguhnya semua itu bisa kita dapatkan dengan melakukan suatu usaha, dengan membuat sebabnya, karena manusia memang memiliki potensi untuk itu.

Manusia bukanlah makhluk lemah dan ringkih, sehingga untuk memenuhi segala kebutuhannya harus mengharapkan belas kasihan makhluk lain.
Menurut agama Buddha, manusia bukanlah wayang golek, yang segala sesuatunya diatur dan digerakkan oleh Pak Dalang / Sutradara.
Tak ada makhluk lain yang ikut mengatur persoalan nasib seseorang.

Namun karena terbelenggu oleh ketidaktahuan, manusia tidak dapat melihat dan merealisasikan potensi yang ada pada dirinya.
Mereka lebih suka memohon dan meminta kepada para dewa, sebagai jalan pintas untuk memenuhi segala keinginannya, tanpa mau bersusah payah.
Apalagi bila dalam memohon itu dipersembahkan sajian yang mewah dan mahal, maka dianggap akan lebih mempercepat terkabulnya permintaan mereka.
Tindakan memohon dan meminta kemurahari hati para Dewa atau Maha Dewa untuk sesuatu inilah yang umum disebut Berdoa.

Umat Buddha memuja Sang Buddha, sama sekali tidak dengan harapan untuk memperoleh hadiah-hadiah duniawi maupun spiritual, seperti : rezeki, harta, pekerjaan, jodoh, keturunan, keselamatan, berkah, diampuni dosanya, sorga, atau pamrih apapun.
Bukan juga karena perasaan takut akan hukuman.

Kita menghormat dan sujud kepada Sang Buddha karena Beliaulah yang menemukan dan membabarkan Jalan Kebebasan.
Karena itu, tidaklah berkelebihan bila Puja Bakti, sembahyang, dalam agama Buddha adalah betul- betul mumi dan tulus.

Dengan mempersembahkan bunga dan dupa di hadapan Buddha Rupang, kita bermaksud membuat diri kita merasa berhadapan langsung dengan Sang Buddha.
Dengan cara demikian kita memperoleh inspirasi dari sifat pribadi Sang Buddha yang mulia, dan menghirup kasih sayang Beliau yang tak terbatas, serta merenungi dan mencoba untuk mengikuti contoh mulia Beliau.

Pohon Bodhi juga merupakan lambang pencapaian penerangan sempuma.
Obyek-obyek penghormatan luar ini tidak mutlak perlu, dan ini hanya berguna untuk memusatkan pikiran seseorang kala bermeditasi.

Seseorang yang sudah maju tidak memerlukan obyek-obyek luar tersebut.
Karena dengan mudah ia dapat memusatkan perhatiannya dan menggambarkan Sang Buddha dalam batinnya.

Demi kebaikan kita sendiri dan karena rasa terima kasih, maka kita melakukan penghormatan luar seperti itu.
Tapi yang diharapkan oleh Sang Buddha dari para pengikutnya bukanlah penghormatan seperti itu.
Sang Buddha bersabda; bahwa cara penghormatan yang paling tepat adalah melaksanakan ajaran-Nya dengan baik.

Dalam agama Buddha tidak ada doa-doa permohonan, minta-minta keselamatan, berkah, rezeki, pengampunan, dan lain-lain; baik kepada Dewa, Brahma, Sang Buddha sendiri, ataupun Tuhan.
Beliau tak pernah manjanjikan hadiah kepada mereka yang berdoa kepada-Nya.
Sang Buddha tidak hanya menyatakan betapa sia-sianya doa-doa permohonan, tapi juga Beliau mencela perbudakan mental seperti itu.

Mengapa Sang Buddha tidak mengajarkan umatnya berdoa atau memohon atau meminta-minta kepada Tuhan, karena Tuhan - Yang Maha Esa - dalam agama Buddha bukanlah suatu pribadi atau makhluk hidup yang menjadi tempat menggantungkan hidup, berdoa, atau memohon. Tuhan dipandang sebagai Tujuan Akhir bagi semua makhluk.
Dengan demikian, doa permohonan tidak tepat ditujukan kepada Tuhan dalam pengertian agama Buddha.

Sang Buddha telah berhasil menempatkan Tuhan pada proporsi yang sebenamya, yaitu sebagai Dhamma Yang Tertinggi, Yang Tak Bersyarat.
Demikian juga halnya dengan Sang Buddha, karena telah menyadari dan menyelami hakikat Tuhan yang sebenamya, maka Beliau tidak seharusnya dipaksa untuk mengurusi hat-hal duniawi.
Umpamanya, dengan menjadikannya sebagai cukong yang senang berdagang kesejahteraan atau kebahagiaan ; ataupun sebagai hakim yang dapat disuap dengan doa-doa, puji-pujian, maupun persembahan kurban.

Sebagai Guru yang menganjurkan Ehipassiko, maka mengapa Sang Buddha tidak mengajarkan doa permohonan / minta-minta, dapat dikaji dari manfaat atau kegunaan doa yang demikian itu.
Untuk mengkaji manfaatnya, kita dapat membuat suatu analogi yang sederhana.

Ada tiga orang petani, menanam jagung dengan faktor-faktor penunjang tanah, air, cuaca, perawatan, dl1- yang sama.
Tapi :
- Si A, berdoa siang malam, agar biji jagung yang ditanam tumbuh menjadi pohon mangga.
- Si B, berdoa agar biji jagung itu tumbuh menjadi pohon jagung.
- Si C, tidak berdoa, karena yakin " segala sesuatu itu akan tumbuh dan berbuah sesuai dengan benih yang ditanam ".

Adakah yang mampu mengabulkan doa / permohonan si A ?
Rasanya penjelasan lewat analogi tersebut sudah sangat gamblang.
Doa hanya terkabul bila pas dan sesuai dengan benih / karma / perbuatan kita ; yang sebetulnya tanpa didoakan / dimohonkan / diminta juga pasti akan terkabul.

Untuk membuat keinginan kita terkabul, sebab yang tepat mesti kita miliki atau ciptakan.
Berdoa, itu boleh dan bisa saja, seperti kita boleh / bisa menebar pupuk, menyiram dengan air, tapi jika tidak menebar benih, maka tak ada yang tumbuh.
Doa permohonan menjadi sia-sia bila kita tidak memiliki simpanan karma balk, tidak memiliki penyebab terkabulnya doa permohonan kita.

Sang Buddha saat menjelaskan bagaimana hukum sebab-akibat bekerja dalam pikiran kita, menyatakan bahwa membunuh akan menyebabkan antara lain, berusia pendek.
Menghindari pembunuhan, akan menyebabkan usia panjang dan bebas dari penyakit.
Bila kita gagal mengikuti nasihat yang paling mendasar ini, tetapi tetap berdoa agar berumur panjang dan memiliki kesehatan yang balk, kita telah salah tafsir.
Sebaliknya bila di masa lalu seseorang telah menghindari pembunuhan, menyelamatkan nyawa seseorang atau makhluk lain, maka harapannya mungkin bisa terpenuhi.

Dengan cara yang sama, Sang Buddha mengatakan bahwa kemurahan hati merupakan awal dari kekayaan.
Jika kita murah hati pada kehidupan yang lalu, dan sekarang berharap agar kekayaan kita bertambah, maka keuangan kita bisa berkembang.
Sebaliknya bila kita kikir saat ini, kita sedang menciptakan sebab dari kemiskinan kita di masa mendatang !

Bila ada yang merasa doanya terkabul, maka terkabulnya doa itu sesungguhnya karena ia memiliki sebabnya.
Ia mempunyai tabungan karma baik di kehidupannya yang dulu, atau karena usahanya pada kehidupannya sekarang ini.
Untuk itu beberapa agama cenderung merangkaikan kata doa menjadi " Berdoa dan Bekerja ".

Kita tentu menyetujui bahwa yang menjadi penentu terpenuhinya keinginan kita adalah kata " bekerja ".
Sebab, bekerja tanpa berdoa, keinginan kita masih bisa tercapai.
Tapi kalau berdoa saja tanpa bekerja, hasilnya tidak pasti.

Apakah semua ini berarti bahwa doa permohonan adalah satu hal yang sama sekali tidak berguna ?
Walaupun jelas doa itu sendiri tak bisa mengabulkan keinginan kita, tentu tak bisa dikatakan ' mutlak sia-sia '.
Karena bagaimanapun juga, berdoa jauh lebih baik daripada melamun dengan pikiran kosong, apalagi berbohong, mencuri, mabuk-mabukan, atau perbuatan buruk lainnya.

Alih-alih mengajarkan doa-doa permohonan yang sia-sia, Sang Buddha mengajarkan Meditasi.
Meditasi bukanlah berdiam diri melamun atau mengosongkan pikiran.
Meditasi adalah perjuangan pikiran, latihan pengendalian pikiran ; mengesampingkan segala pikiran dan nafsu keinginan yang rendah dan egois, mengendapkan kekotoran batin sehingga pikiran menjadi tenang.

Makin maju tingkat meditasi kita, makin tenang, jemih, dan terang pikiran kita.
Dengan pikiran yang jernih, tentu kita menjadi lebih waspada, bijaksana, dan lebih bisa membedakan antara yang semu dengan yang sejati.
Pada tahap lebih lanjut, ini akan mengubah cara berpikir kita, mengubah pandangan dan tabiat kita menjadi lebih baik.
Cara berpikir dan tabiat yang baik tentu membuat tindakan kita pun menjadi baik.

Otomatis kelak kita akan memetik kebahagiaan, walaupun kita tidak berdoa, memohon, atau meminta.
Meditasi merupakan cara sembahyang yang paling mudah dan bersih, karena tidak mewajibkan seseorang untuk mengucapkan apa-apa yang tidak ia mengerti.
Tidak memperbesar keinginan atau keegoisan dengan permohonan atau permintaan untuk kepentingan / keuntungan diri sendiri.

Apakah berarti Dewa tidak bisa menolong manusia ?
Jangankan Dewa, manusia pun bisa menolong, tetapi bantuan atau pertolongan itu tidak terlepas dari karma kita sendiri, baik pada kehidupan yang lampau maupun yang sekarang.
Dewa yang kita mohoni, hanya mampu menyediakan situasi agar karma baik kita bisa tumbuh dan masak.

Bagaimana Dewa bisa menolong ?
Apabila moral dan batin kita bersih, otomatis para Dewa suka berada di dekat kita.
Tanpa diminta pun, mereka akan berusaha membantu kita.
Memberi firasat, menghalangi makhluk jahat atau ' black-magic ' yang ingin mengganggu.
Tapi kalau memang karma buruk kita yang lampau telah masak dan situasi serta kondisinya mendukung, maka siapa pun tak sanggup menolong lagi.

Dalam arti sejati :
" Diri sendiri sesungguhnya pelindung bagi diri sendiri.
Karena siapa pula yang dapat menjadi pelindung bagi dirinya ?
Setelah seseorang dapat melatih dirinya dengan baik, maka ia akan memperoleh suatu perlindungan yang sukar diperoleh."

Walau tak ada larangan untuk meminta pertolongan kepada para Dewa, umat Buddha tidak seharusnya menggantungkan hidupnya kepada para Dewa.
Kemandirian seharusnya menjadi sikap yang utama.
Sebab manusia mempunyai potensi tinggi untuk memenuhi kebutuhannya.
Hanya karena ketidaktahuannya atau kebodohannya yang sangat dalam itulah, maka manusia gagal untuk menyadari kemampuan tersebut.

Perlu diketahui bahwa pertolongan yang dapat diberikan oleh para Dewa maupun makhluk lain hanyalah terbatas pada pertolongan yang bersifat duniawi, tidak kekal, bisa musnah, bisa hilang; sehingga akhimya bisa menimbulkan penyesalan dan kedukaan.
Sedangkan kesucian, kebahagiaan sejati, dan kesempurnaan, hanya dapat dicapai melalui usaha dan perjuangan sendiri.

Sekarang mungkin timbul pertanyaan,
" Kalau memang agama Buddha tidak mengenal ajaran tentang doa, permohonan, atau minta-minta, lalu apa yang dilakukan atau diucapkan oleh umat Buddha saat sembahyang ?"

Sang Buddha mengajarkan agar kita memperbaiki yang ada di dalam diri kita sendiri, mengikis Lobha, Dosa, dan Moha.
Makin bersih batin kita, makin mampu kita menahan diri dari perbuatan salah ; yang berarti makin sedikit buah-buah pahit yang bakal kita terima.
Yang diucapkan waktu sembahyang adalah PARITTA atau SUTTA.

Dengan mengucapkan paritta atau sutta, pikiran dan ucapan diarahkan untuk berpikir dan berucap yang balk.
Itu berarti membuat karma baik lewat pikiran dan ucapan.

Makna atau tujuan kita mengucapkan paritta adalah sebagai pengulangan terhadap Ajaran Sang Buddha, agar kita selalu ingat terhadap Dhamma Sang Buddha, selalu ingat kepada sila ( kemoralan ), kepada sifat-sifat luhur Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Dan pada akhimya ini memberi kita semangat, penguat tekad, pembangkit usaha untuk melaksanakan Dhamma, serta sebagai pengantar yang menenangkan untuk memulai meditasi.

Umat Buddha menyatakan berlindung kepada Tiratana - Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Hal ini jangan diartikan sebagai perlindungan yang pasif, karena " berlindung " di sini merupakan pernyataan tekad, janji kepada diri sendiri untuk mempelajari, mempraktikkan Buddha Dhamma sampai akhimya mencapai Tujuan
Jadi terlindung tidaknya, tergantung dari praktik Dhamma kita sendiri ; sama sekali tidak terkandung pengertian agar Tiratana menyelamatkan kita, tanpa kita perlu mempraktikkan Dhamma itu sendiri.

Ada juga Paritta yang mirip doa, berisi harapan, memang.
Tetapi jelas itu tidak bisa disebut doa, memohon, atau meminta, karena sebetulnya itu adalah PATTIDANA atau Pelimpahan Jasa.
Terkabul atau tidaknya harapan itu tergantung pada karma masing-masing.
Bukan tergantung pada belas kasihan suatu makhluk.
Ada juga yang bermakna ADITTHANA, tekad, untuk mewujudkan harapan itu dengan jalan melaksanakan Dhamma.

Bila kita tak bisa membaca paritta, karena sebagai pemula, maka kita bisa mengucapkan :
" Semoga semua makhluk berbahagia."
Kalimat itu diulang-ulang terus.
Bila hal itu sering kita lakukan dan hayati, maka batin kita akan diliputi oleh rasa cinta kasih ( metta ).

Bila kita hendak melakukan perbuatan / karma buruk yang merugikan makhluk lain, kita cepat menyadari.
" Baru saja saya mendoakan agar semua makhluk berbahagia, mengapa sekarang saya ingin menyakiti orang / makhluk lain ?"

Karma buruk batal kita laksanakan, buah buruk pun tak bakal kita rasakan.
" Sembahyang, Puja Bakti, dalam agama Buddha bukan untuk memaksakan keinginan kita, atau mengubah apa yang ada di luar diri kita, tapi untuk mengubah apa yang ada di dalam diri kita, mengikis kekotoran batin ; Lobha, Dosa, dan Moha."

Persembahan, boleh atau dilarang ?
Masalahnya bukan boleh atau dilarang, tetapi bermanfaat tidaknya tindakan itu.
Sang Buddha tidak pemah melarang umat awam ; Sang Buddha hanya memberitahukan akibat, pahala, dan konsekuensi dari suatu tindakan.

Kita sujud dan melakukan persembahan, bukanlah karena Sang Buddha memerlukan, meminta, merasa berhak, apalagi mengharuskan.
Seseorang yang telah menyucikan pikirannya dan menikmati kebahagiaan yang datang dari kebijaksanaan dan Kebahagiaan Sejati, sama sekali tidak memerlukan apa-apa dari luar dirinya untuk dapat menjadi bahagia.
Dan ... Sang Buddha sebetulnya tidak memerlukan atau pun memperoleh apa-apa dari persembahan kita !

Apakah ini berarti persembahan kita sia-sia ?
Yang mendapatkan manfaat dari persembahan kita sesungguhnya adalah diri kita sendiri.
Kita yang belum meraih kesucian, tentu memiliki kemelekatan dan kekikiran.
Selalu merasa kurang dan haus.

Ini membuat pikiran kita tidak tenang, mendorong kita untuk menghalalkan segala cara untuk mernperoleh yang kita inginkan.
Untuk mengikis kemelekatan dan kekikiran itu, salah satu caranya adalah melaksanakan persembahan atau berdana.
Memberi tanpa merasa kehilangan.
Hal ini memberikan potensi positif dan mengembangkan pikiran kita, yang selanjutnya memperbaiki tindakan kita.

Bagaimana dengan persembahan hewan kurban ?
Mempersembahkan hewan kurban telah sengaja menimbulkan suatu pembunuhan, yang termasuk karma buruk.
Sang Buddha sebagai Guru para Dewa dan manusia, tidak terlalu mengagung-agungkan kehidupan para Dewa, tapi juga tidak terlalu merendahkan kehidupan binatang.
Sang Buddha hanya menempatkan pada proporsi yang sebenarnya saja.

Memberikan komentar tentang persembahan kurban, Sang Buddha menyatakan :
" Barang siapa mencari kebahagiaan bagi dirinya sendiri dengan menganiaya makhluk lain yang juga mendambakan kebahagiaan, tidak akan memperoleh kebahagiaan setelah kematian."

Bagaimana dengan " doa kaul "?
" Tuhan / Dewa, berilah kami rezeki / makanan / anak.
Kalau doa kami dikabulkan, kami akan mempersembahkan ayam panggang 10 ekor."

Secara sadar atau tidak, doa itu bermakna :
" Tuhan / Dewa, berilah kami rezeki / makanan / anak, kalau Tuhan / Dewa berikan, nanti saya beri ayam panggang.
Tapi kalau Tuhan / Dewa tidak beri, saya juga tidak jadi memberi ayam panggang."
Bila Tuhan / Dewa yang kita sembah mampu memberi kita apapun yang kita minta, apakah kita tidak salah kaprah dengan menjanjikan sesuatu kepadanya ?
Ibarat kita menjanjikan uang sepuluh ribu rupiah kepada Om Liem, bila Om Liem mau mengabulkan permintaan kita ...

Bagaimana " kaul " secara Buddhis ?
Berdana, berbuat baik dulu, baru lalu mengharap,
" Semoga dengan kebaikan yang saya lakukan ini, saya bisa mendapatkan kebahagiaan / rezeki / makanan / anak".

Jadi, tanam dulu benih jagung kita, baru kita bisa berharap memanen jagung.
Kalau kita menanam -mendanakan- sebutir jagung, kelak kita akan mendapatkan hasil, pahalanya berbutir-butir.
Kalau kita berharap panen dulu baru kelak menanam, berarti kita perlu banyak belajar dari pak tani.

Semoga tulisan ini bisa memperbaiki cara kita bersembahyang.
Semoga semua makhluk berbahagia.


************ ********* ********* ********* ********* ********* *********
Do not believe in anything simply because you have heard it ;
Do not believe in anything by mere traditions just because they have been handed down for many generations ;
Do not believe in anything only because it is spoken and/or rumored by many ;
Do not believe in anything just because it is written in your religious books ;
Do not believe in anything merely on the authority of your elders and teachers ;
But after observation and analysis, when you find that anything agrees with reason and is conducive to the good and the benefit of one and all, then accept it and live up to it.

************ ********* ********* ********* ********* ********* *********

Sumber : Gunawan Kurnia

06 Mei 2009

APAKAH AGAMA BUDDHA ITU KUNO?

Oleh Yang Mulia Bhikkhu Uttamo Thera

Kalau kita melihat agama Buddha 'secara sepintas' maka kita akan dihadapkan pada satu anggapan bahwa agama Buddha adalah agama yang tidak menarik, agama yang kadang-kadang terlihat bersifat mistis dan sudah tidak cocok lagi dengan kehidupan modern seperti sekarang ini. Mengapa demikian? Coba kita perhatikan semua perlengkapan sembahyang yang ada di altar. Ada patung yang maha besar dan kita bernamaskara atau satu persujudan kepada patung tersebut sehingga orang lalu menyatakan bahwa agama Buddha adalah penyembah berhala. Kita juga akan menemukan dupa/hio dan bunga yang mirip seperti untuk sesajen. Kemudian ada lilin yang seolah-olah berkata bahwa agama Buddha belum percaya akan adanya listrik. Belum lagi terlihat gentong yang memberi kesan seolah-olah kita sedang berada disebuah toko barang antik. Kalau kita perhatikan lagi, kita akan menemukan makhluk-makhluk yang lebih antik lagi; yakni bahwa di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini, kita tetap duduk di lantai bila sedang melaksanakan kebaktian. Dari sinilah kritikan-kritikan terhadap agama Buddha dilontarkan! Kita mungkin pernah mendengar orang mengatakan bahwa agama Buddha adalah agama yang sudah kuno dan ketinggalan zaman. Hal ini dapat dimengerti karena mereka hanya melihat dari sudut tradisi/luar saja. Padahal ajaran Sang Buddha tidak pernah ketinggalan zaman.

Lalu apa buktinya bahwa agama Buddha itu mengikuti perkembangan zaman? Setiap kali kita mengikuti kebaktian, kita tentu membaca tuntunan Tisarana dan Pancasila yaitu menghindari pembunuhan dan penganiayaan, pencurian, perzinahan, kebohongan, dan mabuk-mabukkan. Apakah Pancasila ini sudah kuno dan milik umat Buddha saja? Apakah agama lain menghalalkan pembunuhan dan penganiayaan, pencurian, perzinahan, kebohongan, dan mabuk-mabukkan? Tentu kita akan menjawab: "Tidak!" karena semua manusia pasti harus melaksanakan Pancasila baik pada masa yang lampau, sekarang maupun masa yang akan datang. Ini adalah satu bukti bahwa ajaran Sang Buddha selalu mengikuti perkembangan zaman.

Mungkin hal ini belum dapat memuaskan Saudara karena masih terlalu umum. Untuk itu mari kita lihat intisari/jantung dari seluruh ajaran Sang Buddha. Apakah intisari/jantung ajaran Sang Buddha itu? Intinya adalah "kurangi kejahatan, tambahlah kebaikan, sucikan hati dan pikiran". Apakah hal tersebut hanya berlaku di zaman Sang Buddha dan hanya milik agama Buddha saja? Apakah agama lain menganjurkan: "tambahlah kejahatan, kurangi kebaikan dan kacaukan pikiran?" tentu tidak! Dengan demikian tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa ajaran Sang Buddha sudah kuno dan ketinggalan zaman. Karena sesungguhnya ajaran Sang Buddha selalu mengikuti zaman! Bahkan Albert Einstein yang terkenal sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan pernah menyatakan bahwa "Agama yang bisa menjawab tantangan ilmu pengetahuan adalah agama Buddha".

Oleh karena itu berbahagialah kita sebagai umat Buddha. Namun hanya berpuas diri sebagai umat Buddha masih belum cukup, karena ada ajaran yang lebih dalam lagi yaitu kita hendaknya bisa melaksanakan ajaran Sang Buddha di dalam kehidupan sehari-hari. Ini penting sekali karena ajaran Sang Buddha itu tidak hanya bersifat teori tetapi perlu dilaksanakan! Hal ini sama halnya dengan contoh orang yang mempunyai hobby berenang. Misalnya Saudara diberitahu bahwa berenang itu menyenangkan dan dengan bisa berenang maka Saudara tidak perlu lagi takut kepada air. Lalu Saudara suka berkhayal tentang berenang. Tetapi kalau Saudara tidak pernah mau mencoba, apakah Saudara akan bisa berenang, walaupun teori-teori berenang sudah dikuasai? Apakah Saudara cuma cukup berbangga: "Ah... saya 'kan bisa teori berenang." Tentu tidak! Demikian pula dengan ajaran Sang Buddha! Ajaran Sang Buddha memang sungguh luar biasa, begitu agung, begitu indah dan tidak pernah ketinggalan zaman. Tetapi kalau Saudara tidak pernah mempraktekkannya, apakah hal tersebut akan bermanfaat? Justru dengan melaksanakan ajaran Sang Buddha, Saudara akan bisa menyelesaikan permasalahan di dalam kehidupan sehari-hari.

Lalu bagaimanakah cara menyelesaikan permasalahan kehidupan dengan ajaran Sang Buddha? Sebetulnya ajaran Sang Buddha itu sudah terbabar di altar, hanya saja kita jarang memperhatikannya. Perlengkapan sembahyang yang dianggap kuno itu ternyata mampu menjadi salah satu medium yang dapat membabarkan Dhamma karena tersirat makna yang cukup dalam dan bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan:

1. Patung Sang Buddha
Patung Sang Buddha ini bentuknya bermacam-macam. Ada yang menggunakan bentuk seperti payung yang ada di Candi Borobudur, ada yang menggunakan gaya India, Thailand, Srilanka, dsb. Kenapa bisa berbeda-beda? Karena sesungguhnya patung Sang Buddha bukan melambangkan/mewujudkan manusia Siddhattha Gotama. Jadi kalau Saudara berada di depan patung Sang Buddha, jangan Saudara membayangkan bahwa Sang Buddha itu seperti patung yang ada di hadapan Saudara atau yang pernah Saudara lihat. Kalau kita mengingat kembali riwayat hidup Sang Buddha, kita akan melihat bahwa ketika Beliau masih menjadi bodhisatva, sesungguhnya Beliau memiliki satu kehidupan yang sangat berlebihan; ada harta, tahta dan wanita. Namun Pangeran Siddhattha adalah manusia yang mempunyai cara berpikir yang berbeda. Ketika Beliau menyadari bahwa hidup ini sesungguhnya tidak kekal dan tidak memuaskan, Beliau pun memutuskan untuk mencari obat yang dapat mengatasi ketuaan, sakit, lahir dan mati; walaupun sangat menderita, Beliau terus berjuang. Bahkan pada suatu hari Beliau bertekad untuk tidak akan berdiri dari tempat duduknya sebelum menemukan obat sakit, tua, lahir dan mati; dan malam itu juga Beliau berhasil menembus hakekat hidup yang tidak kekal yang disebut mencapai Nibbana/padamnya keinginan, yang sekarang diperingati setiap hari Waisak. Inilah sesungguhnya makna yang terkandung dari patung Sang Buddha yaitu lambang semangat yang tidak pernah kenal putus asa. Ketika melihat patung Sang Buddha, hendaknya muncul semangat untuk bekerja, semangat untuk berjuang dalam meraih cita-cita. Kita bersujud di depan patung Sang Buddha adalah untuk menghormati Guru kita yang telah mengajarkan kebenaran, jadi bukan menyembah pada patung. Dengan demikian, kita tidak akan pernah kekurangan/kehilangan semangat dalam perjuangan hidup kita.

2. Lilin
Lilin ini sesungguhnya juga merupakan suatu lambang. Seperti lilin yang rela hancur demi menerangi kegelapan, demikian juga hendaknya seorang umat Buddha mau berkorban untuk kebahagiaan makhluk lain. Pengorbanan besar telah diberikan oleh Guru kita; 6 tahun menderita dan membaktikan diri selama 45 tahun untuk mengajarkan Dhamma setiap hari. Kita pun sebagai murid-muridNya hendaknya bersikap demikian; seperti lilin yang menerangi kegelapan, demikian juga hendaknya kita sebagai umat Buddha bisa menjadi pelita di dalam kehidupan bermasyarakat dengan kebenaran yang dibabarkan oleh Sang Buddha.

3. Bunga
Bunga melambangkan ketidak kekalan; hari ini indah dan wangi tetapi besok akan layu, lusa akan membusuk dan dibuang. Demikian pula dengan diri kita; hari ini kita masih sehat, kuat dan cantik tetapi dengan berlalunya sang waktu; kesehatan, kekuatan dan kecantikan kita pun akan berkurang. Seperti bunga yang sekarang segar, besok akan layu dan dibuang; demikian juga hendaknya kita selalu menyadari bahwa pada suatu ketika kita pun akan dibuang, berpisah dengan yang dicintai dan berkumpul dengan yang dibenci. Oleh karena itu, tidak ada gunanya kita sombong/berbesar kepala karena semua ada batasnya dan tidak kekal. Ini adalah Dhamma yang dipesankan lewat altar.

4. Air
Air ini melambangkan pembersih segala kotoran. Seperti air yang membersihkan semua debu-debu kekotoran; demikian juga ajaran Sang Buddha hendaknya bisa membersihkan segala kekotoran yang melekat di batin dan pikiran kita baik ketamakan, kebencian maupun kebodohan.

http://www.geocities.com/bbcid.geo

ANDALAH YANG BERTANGGUNG JAWAB

Oleh: K. Sri Dhammananda.

Sebagaimana sudah menjadi sifat manusia, kita semuanya cenderung menyalahkan orang-orang lain untuk kekurangan-kekurangan atau kemalangan-kemalangan kita sendiri. Pernah anda berpikir untuk sekejap, bahwa mungkin anda sendiri yang bertanggung jawab atas persoalan-persoalan anda? Kesedihan-kesedihan dan kesengsaraan-kesengsaraan anda bukanlah disebabkan kutukan keluarga yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Juga bukan disebabkan dosa asal yang dibuat oleh nenek moyang yang bangkit dari kubur untuk menghantui anda. Juga kesedihan-kesedihan dan kesengsaraan-kesengsaraan anda bukan diciptakan oleh dewa atau mara. Kesedihan anda disebabkan oleh anda sendiri. Kesedihan anda adalah akibat perbuatan anda sendiri. Anda adalah penghukum diri anda; anda adalah pembebas diri anda sendiri.

Anda harus belajar memikul tanggung jawab kehidupan anda dan mengakui kelemahan anda sendiri, tanpa menyalahkan atau mengganggu orang-orang lain. Ingatlah pepatah lama:

�Orang yang tidak beradab selalu menyalahkan orang lain; orang yang setengah beradab menyalahkan diri sendiri dan orang yang betul-betul beradab tidak menyalahkan siapa-siapa.�

Sebagai makhluk beradab, anda harus belajar memecahkan persoalan anda sendiri tanpa menyalahkan orang lain. Bila setiap orang mencoba memperbaiki dirinya sendiri, tidak akan ada persoalan didunia ini. Tetapi banyak orang tidak berusaha untuk menyadari, bahwa mereka sendirilah yang bertanggung jawab atas banyak kesusahan-kesusahan yang menimpa mereka. Mereka lebih suka mencari kambing hitam. Mereka melihat, di luar diri merekalah sumber kesusahan-kesusahan itu, karena mereka enggan mengakui kelemahan-kelemahan diri sendiri.

Pikiran manusia penuh dengan penipuan pada diri sendiri, sehingga tidak mau mengakui kelemahannya sendiri. Dia akan coba mencari alasan-alasan untuk membenarkan tindakannya dan menciptakan khayalan bahwa dia tidak bersalah. Bila manusia benar-benar mau bebasm dia harus mempunyai keberanian untuk mengakui kelemahannya sendiri. Buddha mengatakan:

�Adalah mudah untuk melihat kesalahan-kesalahan orang lain tetapi sukar untuk melihat kesalahan diri sendiri.�

Akuilah kelemahan anda sendiri, jangan salahkan orang lain. Anda harus menyadari, bahwa andalah yang bertanggung jawab atas kesengsaraan-kesengsaraan dan kesukaran-kesukaran yang menimpa anda. Anda harus mengerti bahwa cara anda berpikir juga menciptakan kondisi-kondisi yang menimbulkan kesukaran-kesukaran bagi anda. Anda harus menyadari bahwa pada setiap waktu, andalah yang bertanggung jawab atas apa saja yang menimpa anda.

�Tidak ada yang salah dengan dunia ini, tetapi ada sesuatu yang salah dalam diri kita.�

ANDALAH YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS HUBUNGAN ANDA DENGAN ORANG LAIN.

Ingatlah bahwa apapun yang terjadi, anda tidak akan merasakannya sebagai penderitaan bila anda tahu bagaimana menjaga keseimbangan pikiran, anda hanya akan menderita oleh sikap mental yang salah yang anda pakai terhadap diri anda dan terhadap orang-orang lain. Bila anda bersikap kasih terhadap orang-orang lain, anda akan menerima kasih sebagai balasannya. Bila anda menunjukkan rasa benci, anda pasti tidak akan menerima kasih sebagai balasannya. Seorang yang marah mengeluarkan racun dan dia lebih menderita dari pada orang lain. Setiap orang yang bijaksana tidak marah oleh kemarahan, ia tidak akan menderita. Ingatlah bahwa tidak ada yang dapat �melukai� anda. Bila orang lain memarahi atau memaki anda, tetapi anda mengikuti Dhamma (kebenaran), maka Dhamma akan melindungi anda terhadap serangan-serangan yang tidak adil.

Anda harus mengembangkan keberanian untuk mengakui bila anda menjadi korban kelemahan diri anda. Anda harus mengakui bila anda bersalah. Janganlah ikuti orang yang tidak beradab yang selalu menyalahkan orang-orang lain. Janganlah memakai orang lain sebagai kambing hitam anda - ini sangat hina. Ingatlah bahwa anda mungkin membodoh-bodohi beberapa orang untuk beberapa waktu tetapi tidak semua orang untuk sepanjang waktu. Buddha mengatakan:

�Orang bodoh yang tidak mengakui dia bodoh, adalah benar-benar bodoh. Dan orang bodoh yang mengakui dia bodoh, adalah bijaksana dalam hal ini.�

Buddha mengatakan:

"Siapa yang menyakiti orang yang baik (yang tidaki menyakiti orang lain), yang bersih dan tidak bersalah, terhadap si �bodoh� itu kejahatan akan berbalik kepadannya seperti debu halus yang dilemparkan melawan angin.�

Bila anda membiarkan orang-orang lain memenuhi keinginan-keinginannya untuk �melukai� anda, andalah yang bertanggung jawab.

JANGANLAH MENYALAHKAN ORANG-ORANG LAIN. TERIMALAH TANGGUNG JAWAB.

Anda harus belajar menjaga pikiran anda dengan memelihara pandangan yang benar, sehingga setiap peristiwa-peristiwa luar tidak dapat mempengaruhi keseimbangan anda. Anda berada dalam sudut yang sempit. Anda jangan menyalahkan keadaan bila ada yang salah. Janganlah anda berpikir bahwa anda sial, korban dari nasib atau maksud jahat orang lain. Apa sekalipun yang anda berikan sebagai alasan, anda jangan mengelakkan tanggung jawab sendiri untuk tindakan-tindakan anda sendiri dengan menyalahkan keadaan. Berusahalah memecahkan persoalan-persoalan anda tanpa menunjukkan muka masam. Dalam waktu-waktu yang sulit, bekerjalah dengan gembira, walaupun keadaan sangat menekan. Beranilah menerima perubahan bila perubahan diperlukan, tetapi cukuplah tenang menerima apa yang tidak dapat anda rubah. Cukup bijaksanalah memahami kondisi-kondisi dunia yang biasa untuk setiap orang. Cukup bijaksanalah menghadapi persoalan-persoalan tertentu tanpa untuk anda atasi. Mereka-mereka yang mencoba berbuat jasa terhadap orang-orang lain mendapat salah lebih banyak dari pada mereka yang tidak berbuat jasa, tetapi ini tidak berarti bahwa mereka harus dihalangi. Mereka seharusnya bijaksana untuk menyadari bahwa jasa yang dibuat tanpa pamrih pribadi, akan membawa hadiah yang tersendiri pula.

" Kasih tanpa pengetahuan dan pengetahuan tanpa kasih tidak dapat menghasilkan kehidupan yang baik.� (B. Russel).

ANDA BERTANGGUNG JAWAB UNTUK KETENANGAN BATHIN ANDA

Anda harus belajar melindungi kedamaian dan ketenangan batiniah yang telah anda ciptakan dalam pikiran anda. Untuk memelihara kedamaian batiniah, anda harus mengetahui bilakah memasrahkan diri anda; anda harus mengetahui bilakah membuang keangkuhan anda; bilakah menekan keakuan anda yang palsu, bilakah merubah kekerasan sikap atau keyakinan palsu anda dan bilakah berlaku sabar. Jangan biarkan orang lain merampas kedamaian batiniah anda, dan anda dapat memelihara kedamaian batiniah anda bila anda tahu bagaimana bertindak dengan bijaksana. Kebijaksanaan datang melalui pengakuan akan kebodohan (ketidaktahuan).

�Manusia bukanlah malaikat yang jatuh, tetapi binatang yang bangkit.�

SIKAP YANG TEPAT TERHADAP KRITIK

Anda harus belajar bagaimana menjaga diri anda dari kritik yang tidak adil dan bagiamana mempergunakan kritik yang membangun. Anda haruslah melihat secara objektif terhadap kritik yang diberikan orang-orang lain kepada anda. Bila kritik terhadap anda itu benar, ada dasarnya dan diberikan dengan maksud baik, maka terimalah kritik itu dan pergunakanlah. Tetapi, bila kritik itu tidak benar dan tidak berdasar dan diberikan dengan maksud jahat, anda tidak harus menerima kritik jenis ini. Bila anda tahu bahwa sikap anda benar dan dihargai oleh orang-orang yang bijaksana dan berada, maka janganlah mempedulikan kritik yang tidak berdasar. Pengetahuan anda tentang kritik yang membangun dan yang merusak adalah penting.

"Tidak ada orang yang tidak bersalah didunia ini.� JANGAN HARAPKAN APA-APA DAN TIDAK ADA YANG AKAN MENGECEWAKAN ANDA

Anda dapat melindungi diri anda dari kekecewaan-kekecewaan dengan tidak mempunyai harapan-harapan yang berlebih-lebihan. Bila anda tidak mengharapkan apa-apa, maka tidak ada yang dapat mengecewakan anda. Jangan harapkan imbalan atas kebaikan yang anda telah perbuat. Berbuat baiklah demi perbuatan baik itu sendiri. Bila anda dapat menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun, maka anda tidak akan mengalami kekecewaan. Anda dapat menjadi orang besar! Kegembiraan yang timbul dalam pikiran anda karena kebaikan yang telah anda perbuat, itu sendiri adalah imbalan yang besar. Kegembiraan menciptakan kepuasan dalam hidup kita.

Mungkin anda adalah orang yang sifatnya baik dan anda tidak berbuat yang mencelakakan orang-orang lain. Tetapi anda disalahkan orang-orang lain sekalipun berbuat baik. Anda harus menghadapi kesukaran-kesukaran dan kekecewaan-kekecewaan sekalipun anda telah menolong orang-orang lain dan telah berbuat baik bagi orang-orang lain. Anda mungkin bertanya: �Bila kebaikan menimbulkan kebaikan dan kejahatan menimbulkan kejahatan , mengapa saya harus menderita bila saya benar-benar tidak bersalah? Mengapa saya harus mengalami begitu banyak kesulitan? Mengapa saya mendapatkan begitu banyak kekecewaan? Mengapa saya dipersalahkan oleh orang-orang lain sekalipun saya berbuat baik?� Jawaban yang sederhana ialah: bila anda berbuat perbuatan baik, anda harus menghadapi kekuatan-kekuatan jahat. Bila tidak, anda sedang menghadapi karma tidak baik dari masa lalu yang masak dizaman sekarang. Teruslah dengan kerja baik anda dan akhirnya anda bebas dari kesukaran-kesukaran yang seperti itu. Ingatlah, bahwa anda telah menciptakan kekecewaan-kekecewaan anda sendiri dan anda sendirilah yang dapat mengatasi kekecewaan-kekecewaan ini, dengan menyadari sifat dari karma (aksi dan reaksi) dan kondisi-kondisi dunia sebagaimana dijelaskan Sang Buddha.

"Bila anda dapat melindungi diri anda, anda dapat melindungi orang-orang lain.�

RASA TERIMA KASIH ADALAH SIFAT BAIK YANG JARANG

Sang Buddha berpendapat, rasa terima kasih sebagai kebaikan yang mulia, tetapi sangat jarang sekali. Memang benar, bahwa kebaikan ini jarang terdapat dalam masyarakat. Anda tidak dapat selalu mengharapkan orang-orang lain berterima kasih terhadap apa yang anda telah perbuat bagi mereka. Orang cenderung lupa teristimewa bila mengingat jasa-jasa orang lain. Bila anda mengharapkan rasa terima kasih dari orang-orang lain, anda mungkin akan menjumpai kekecewaan. Jika orang tidak mampu menunjukkan rasa teirma kasih, belajarlah menerima hal yang sedemikian maka anda dapat menghindari kekecewaan. Anda dapat gembira tanpa peduli apakah orang berterima kasih atau tidak berterima kasih terhadap kebaikan dan pertolongan anda; anda hanya harus berpikir bahwa anda telah melakukan tugas anda sebagai manusia terhadap sesamanya. Hanya inilah balasan (imbalan) yang seharusnya anda cari.

�Dia yang mengetahui itu cukup, akan selalu berkecukupan� (Lau Tse)

JANGAN MEMBANDINGKAN DENGAN ORANG-ORANG LAIN.

Anda dapat membebaskan diri anda dari kerisauan dan kesukaran-kesukaran yang tidak perlu, hanya dengan cara tidak membandingkan diri anda dengan orang-orang lain. Selama anda memandang orang-orang lain sebagai orang yang �sama � dengan diri anda, atau orang yang lebih �tinggi� dari anda, atau sebagai orang yang lebih �rendah� dari anda, anda akan terus menerus mempunyai persoalan-persoalan yang merisaukan. Tetapi bila anda tidak mengambil sikap yang sedemikian, tidak akan ada yang dirisaukan anda. BIla anda berpikir bahwa anda lebih baik dari orang-orang lain, anda dapat menjadi �sombong�. Bila anda berpikirb bahwa anda sama dengan orang-orang lain, anda mungkin menjadi �mandeg�. Bila anda berpikir anda lebih rendah dari orang-orang lain, anda dapat jadi merasa tidak berguna bagi anda sendiri dan orang-orang lain, Anda mungkin kehilangan rasa percaya diri.

Adalah sukar bagi kebanyakan orang untuk mengorbankan kesombongannya atau rasa �tinggi diri.� Tetapi anda harus belajar mengurangi atau menekan keangkuhan anda. Bila anda dapat mengorbankan keangkuhan anda maka anda akan mendapati kedamaian batiniah, dan anda dapat menolong manusia mendapatkan kedamaian dan kegembiraan. manakah yang lebih baik dijaga dan ditumbuhkan - keangkuhan anda atau kedamaian batiniah anda?

Membandingkan diri anda dengan orang-orang lain dapat menjadi sumber kerisauan yang tidak perlu. Cobalah untuk menyadari bahwa kesamaan dan kelebih-rendahan serta keleih-tinggian, semuanya adalah keadaan yang berubah-ubah dan bersifat nisbi (relatif); pada suatu waktu anda mungkin miskin; pada waktu lain anda mungkin orang kaya. Di dalam daur (siklus) lautan kehidupan dan kematian (samsara) yang tiada henti-hentinya, kita semua sama, lebih rendah dan lebih tinggi terhadap satu sama lainnya pada waktu yang berbeda. Jadi, mengapa mesti risau?

�Bila anda baik terhadap diri anda, anda baik terhadap orang-orang lain. Bila anda baik terhadap orang-orang lain, anda baik terhadap diri anda sendiri.�

BAGAIMANA MENANGANI SI PEMBUAT SUSAH

Pada satu pihak, anda harus menyadari bahwa disetiap waktu anda bertanggung jawab terhaedap kesusahan-kesusahan dan persoalan-persoalan yang menimpa anda. Pada pihak lain, anda harus mengetahui apa yang harus diperbuat untuk mengatasi gangguan-gangguan yang datang melalui keadaan-keadaan dan orang lain.

Anda harus belajar menangani sipembuat susah dan sipembuat jahat. Mereka juga adalah manusia; mereka juga harus dibawa kedalam lingkungan keagamaan. Setiap usaha harus dibuat untuk memperbaiki mereka dan bukannya memisahkan dan mengabaikannya. Bila anda cukup kuat menahan pengaruh jahatnya, tak ada alasan bagi anda untuk menghindari bergaul dengannya. Melalui pergaulan anda dengan sipembuat jahat, anda dapat mempengaruhinya untuk perbaikan. Ingatlah bahwa pengertian andalah yang melindungi anda dari sipembuat jahat dan memungkinkan anda mempengaruhi mereka untuk menjadi baik. Inilah pengertian yang akan melindungi anda dan menolong orang-orang lainnya.

Anda harus mengerti bahwa bila seseorang berbuat salah terhadap anda karena ketidak tahuannya atau salah mengerti, maka sudah waktunya bagi anda menunjukkan kebijaksanaan anda, pendidikan anda, simpati anda, kebudayaan anda dan sikap keagamaan anda. apakah gunanya keagamaan anda bila anda tidak belajar bagaimana berkelakuan sebagai orang yang beradab? Bila orang-orang lain berbuat salah kepada anda, anda harus menganggap tindakan mereka sebagai suatu kesempatan bagi anda mengembangkan kesabaran dan pengertian anda.

Kesabaran dan pengertian adalah sifat-sifat yang agung yang setiap orang harus kembangkan. semakin anda mempraktekkan sifat-sifat baik ini, semakin anda memelihara harga diri anda. Anda harus mengetahui bagaimana mempergunakan dengan baik sifat-sifat ini, dan hal itu akan menolong membebaskan anda dari banyak kemalangan dan penderitaan-penderitaan serta beban hidup. Kadang-kadang anda mungkin menjumpai orang-orang tertentu yagn mencoba mengambil keuntungan dari toleransi dan kesabaran anda. Maka anda harus mempraktekkan kebijaksanaan. Ingatlah bahwa semangat toleransi, kesabaran dan pengertian anda mempunyai pengaruh yang kuat atas musuh-musuh anda sehingga menyadarkan mereka bahwa mereka salah.

"Kesabaran itu pahit, tetapi buahnya manis.�
�Kebaikan harus dipraktekkan dengan bijaksana."

MAAFKAN DAN LUPAKAN

Anda juga harus memahami bahwa membalas dendam kepada sipembuat susah hanya menimbulkan lebih banyak perasaan perasaan negatif dan tindakan-tindakan negatif hanya membawa celaka dan penderitaan bagi anda dan sipembuat susah. Untuk membalas dendam, anda mesti menimbulkan perasaan benci dalam hati anda sendiri. Kebencian ini adalah seperti racun yang anda suntikkan kepada sipembuat susah. Tetapi karena racun itu mula-mula ditimbulkan didalam diri anda, sudah tentu akan mencelakakan anda lebih dulu sebelum mencelakakan orang lain. Sebelum anda melempar orang dengan kotoran lembu, anda pertama-tama harus mengotori diri sendiri dengan kotoran lembu itu. Oleh sebab itu kelakuan anda sama dengan tindakan orang bodoh itu. Tidak ada perbedaan mendasar diantara anda dan sipembuat jahat itu. Dengan membenci orang lain, anda hanya memberi kuasa bagi mereka untuk menguasai anda. Anda tidak memecahkan persoalan anda. Bila anda marah kepada orang lain dan dia hanya tersenyum balik kepada anda tanpa menunjukkan kemarahan, maka anda adalah orang yang dikalahkan. Karena dia tidak bekerja sama dengan anda untuk memenuhi keinginan anda, dialah yang menang; anda yang dikalahkan.

Buddha mengatakan:

�Betapa gembira kita hidup tanpa kebencian diantara orang-orang yang penuh kebencian, diantara orang-orang yang penuh kebencian, kita hidup tanpa kebencian.�

Mungkin anda tidak cukup kuat untuk mencintai musuh-musuh anda; tetapi demi kesehatan dankegembiraan anda sendiri, anda sekuran-kurangnya harus belajar bagaimana memaafkan dan melupakan.

Dengan tidak membenci atau menghancurkan si pembuat susah, anda bertindak sebagai orang yang bijaksana dan beradab. Untuk bertindak seperti ini, anda harus mengerti bahwa orang lain itu telah diracuni oleh keserakahan, kemarahan, kecemburuan atau kebodohan. Dia tidak berbeda dengan manusia-manusia lain, yang juga pada satu-satu waktu diracuni oleh hati dan pikiran negatif yang sama. Buddha pernah mengatakan:

�Sipembuat jahat pada dasarnya tidaklah jahat. Mereka berbuat jahat karena bodoh.�

Kita seharusnya tidak mengutuk mereka. Tidak dapat dibenarkan menghukum mereka dengan penderitaan abadi. Sebaliknya, kita harus mencoba memperbaiki mereka. Kita harus berusaha menjelaskan kepada mereka bahwa mereka salah. Dengan pengertian ini, anda dapat menangani sipembuat jahat sebagai orang yang menderita sakit. Bila anda dapat senang dan gembira.

�Kehidupan yang baik disebabkan oleh cinta dan dibimbing oleh pengetahuan.�

Bila orang berbuat salah kepada anda karena kebodohannya atau salah paham, maka itulah waktunya kesempatan untuk memancarkan kasih danpengertian anda atas sipembuat jahat. Karena pada suatu masa dia akan menyadari kebodohannya dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaannya yang jahat. Oleh sebab itu, lebih baik memberikan kepadanya kesempatan untuk menjadi baik. Bila anda dapat memancarkan kasih kebaikan kepada sipembuat susah, maka pada suatu masa dia akan berubah menjadi orang yanbg lebih baik. Buddha pernah mengatakan:

"Kebencian tidak dapat dihentikan oleh kebencian, tetapi hanya dengan cinta kasih dapat dihentikan. Inilah hukum abadi.�

Bila anda dapat memakai cara memancarkan kasih kebaikan ini, maka tidak akan ada yang mencelakakan anda bila anda mencoba memperbaiki sipembuat jahat. Cara ini akan menolong anda mencapai atau mendapatkan bantuan fisik dan mental. Hidup berarti memberi dan mengambil; seperti mengeluarkan dan menarik nafas. Mereka-mereka yang tidak memahami ini, akan mendapat salah dan menghadapi kesukaran-kesukaran dalam hidupnya.

Bila seseorang terus-menerus berbuat salah kepada anda, anda harus bijaksana dan mencoba memperbaiki setiap kali dia berbuat salah. usahakanlah mengikuti contoh baik yang telah dibuat Sang Buddha, yaitu selalu membalas kejahatan dengan kebaikan. Beliau mengatakan:

"Makin banyak kejahatan yang datang kepada saya makin banyak maksud baik memancar dari saya.�

Ada orang berpendapat bahwa tidaklah praktis membalas �kejahatan� dengan �kebaikan�. Coba dan anda lihatlah sendiri. Bila anda berpendapat terlalu sukar membalas kejahatan dengan kebaikan, maka anda dapat membuat jasa yang besar bagi anda dan orang-orang lainnya dengan tidak membalas �kejahatan dengan kejahatan.�

�Pertimbangan yang simpati diperlukan bagi orang yang kurang mengerti.�

KITA SEMUA ADALAH MANUSIA

Manusia semuanya mempunyai kelemahan-kelemahan dan cenderung berbuat salah. Semua manusia mempunyai kelemahan �dasar� yaitu: Keinginan, kebencian dan kebodohan. Sedikit-banyaknya kelemahan-kelemahan ini ada dalam diri setiap manusia. Anda tidak terkecuali, kecuali anda orang yang sempurna atau seorang arahat.

�Manusia tidak puas dengan kehidupannya dan tidak pernah mendapati tujuan hidupnya sekalipun dunia ini telah menjadi miliknya.�

Marilah kita lihat lebih dekat kelemahan karena khayalan atau kebodohan; manusia tenggelam dalam kebodohan (ketidak-tahuan). Pikirannya diliputi oleh gangguan-gangguan, kesukaran dan kegelapan. Karena ketidak-tahuan. manusia menciptakan penderitaan dan dia membagi penderitaan terhadap sesamanya. Kemalangan dan kerisauan yang menimpa manusia disebabkan oleh kondisi duniawi, ketidak seimbangan manusia, pikiran yang tidak beradab dan reaksi manusia terhadap kejahatan yang diperbuat orang lain.

Tidak ada orang yang sempurna didunia ini; setiap orang dapat berbuat kesalahan-kesalahgan tertentu baik disengaja ataupun tidak disengaja. Bagaimana anda dapat berpikir bahwa anda bebas dari kesalahan?

�Ketakutan dan kerisauan menghilang bila ketidaktahuan digantikan oleh pengetahuan.�

Bila anda dapat memahami sifat dari kelemahan-kelemahan yang ada dalam pikiran manusia, maka tak ada alasan bagi anda mengeluh atas penderitaan-penderitaan dan kemalangan-kemalangan anda. Anda akan mempunyai keberanian menghadapi dan mentolerir semua kemalangan dan kerisuana serta penderitaan yang menimpa anda.

�Tak ada yang terjadi atas manusia yang tidak ada dalam diri manusia�. (C.Jung)

CINTA ORANG TUA

Anda bertanggung jawab atas kesejahteraan dan pemeliharaan anak-anak anda sendiri. Bila anak itu tumbuh menjadi sehat, kuat dan penduduk yang berguna, maka itu adalah hasil usaha anda. Bila anak itu tumbuh menjadi orang yang tidak memenuhi kewajibannya, andalah yang mesti bertanggung jawab. Jangan salahkan orang-orang lain. Sebagai orang tua, kewajiban andalah membimbing anak ke jalan yang benar.

Seorang anak, pada waktu umurnya masih muda membutuhkan kasih sayang dan perhatian orang tua. Tanpa cinta dan bimbingan orang tua, anak akan mengalami kesukaran dan akan mendapati bahwa dunia ini adalah tempat yang menakutkan untuk hidup. Tetapi cinta, kasih sayang dan perhatian orang tua tidak berarti memenuhi semua tuntutan anak baik yang wajar ataupun tidak. Terlalu banyak memanjakan anak akan merusak anak. Ibu dalam memberikan cintanya dan perhatiannya, seharusnya juga bersikap keras dan tegas dalam menangani anak anak. Bersikap keras dan tegas tidak berarti berlaku kejam terhadap anak. Tunjukkan cinta anda dengan tangan yang berdisiplin - anak akan memahaminya.

Sayangnya, diantara orang-orang tua masa sekarang ini cintanya sangat kurang. Kegilaan untuk mengejar kemajuan materi (kekayaan), gerakan pembebasan dan aspirasi untuk persamaan, telah memyebabkan banyak ibu-ibu mengikuti suaminya untuk bekerja dikantor atau ditoko dan t idak berada dirumah untuk memelihara anak-anaknya. Anak-anak yang ditinggalkan untuk diasuh keluarga atau pembantu yang mdibayar, akan kebingungan karena tidak mendapakan cinta dan perhatian yang keibuan. Si ibu, yang merasa bersalah karena kurang memperhatikan akan mencoba membujuk anak dengan memenuhi segala macam tuntutan anak. Tindakan yang demikian akan merusak anak. Memberikan anak segala macam alat permainan modern seperti; tank-tank, senapan mesin, pistol, pedang dan mainan lain yang serupa sebagai penenang, secara psikologis tidaklah baik. Anak diajar untuk memaafkan kerusakan dan bukan diajar untuk berlaku baik, kasih sayang dan membantu sesamanya. Memberi anak alat-alat permainan seperti itu tidaklah dapat mengganti cinta dan kasih sayang ibu. Tanpa adanya kasih sayang dan bimbingan ibu, maka tidaklah mengherankan bila akibatnya anak tumbuh menjadi nakal. Siapakah jadinya yang bersalah bila anak tumbuh menjadi anak yang nakal? Sudah tentu orang tuannya! Si ibu, terutama sesudah seharian bekerja keras di kantor yang diikuti melakukan pekerjaan-pekerjaan dirumah, hampir tak punya waktu lagi untuk anak yang merindukan kasih sayang dan perhatiannya.

Dalam perjuangan mencapai kesamaan diantara laki-laki dan wanita, banyak wanita berpikir bahwa pemecahannya ialah bersaing dengan laki-laki diluar rumah. Wanita-wanita yang demikian sebaiknya tidak mempunyai anak. Adalah sangat mementingkan diri sendiri melahirkan anak kedunia ini dan kemudian meninggalkannya. Anda bertanggung jawab atas apa yang anda ciptakan - anda bertanggung jawab agar anak dipuaskan tidak hanya secara material tetapi yang lebih penting dipuaskan secara rohani dan psikologis. Memberikan kesenangan material adalah nomor dua sesudah memberikan cinta dan perhatian orang tua. Kita tahu banyak orang-orang miskin membesarkan anak-anaknya dengan penuh cinta. Sebaliknya banyak orang-orang kaya memberikan kesenangan material kepada anak-anaknya tetapi tanpa cinta, anak-anak ini tumbuh tanpa perkembangan moral dan psikologis.

Ada wanita-wanita mungkin merasa bahwa mengajurkan mereka mengkhususkan diri dalam pemeliharaan keluarga adalah menjatuhkan dan �kolot�. Benar, dimasa lalu wanita-wanita telah diperlakukan dengan jelek, tetapi ini terutama karena ketidaktahuan kaum lelaki dan bukan karena kelemahan pengertian bahwa wanita yang membesarkan anak-anak. Perkataan Sanskrit untuk wanita ialah �Grukini� yang arti harafiahnya ialah �pemimpin rumah tangga.� Jelas ini tidak mengartikan bahwa wanita lebih rendah. Ini lebih menekankan pembagian tanggung jawab antara wanita dan laki-laki. Di Jepang, ada suami-suami yang menyerahkan setiap sen dari gajinya kepada istrinya yang mempunyai kontrol sepenuhnya atas urusan rumah tangga. Ini menyebabkan laki-laki bebas memusatkan perhatiannya atas apa yang dapat diperbuatnya dengan baik. Karena setiap pasangan jelas mengetahui apa yang menjadi tanggung jawabnya, maka tidak ada pertengkaran dan suasana rumah tangga adalah berbahagia dan penuh kedamaian, dimana anak dapat menjadi dewasa dengan baik.

Sudah tentu suami harus berusaha agar pasanganya diperhatikan, dia diajak merundingkan putusan-putusan keluarga, bahwa cukup kebebasan bagi dia mengembangkan kepribadiannya, punya cukup waktu untuk melakukan kegemarannya dan sebagainya. Dalam pengertian ini, suami dan istri sama-sama bertanggung jawab atas kesejahteraan keluarga dan tidak saling bersaingan satu sama lain. Seorang ibu harus mempertimbangkan betul-betul, apakah dia terus sebagai ibu yang bekerja atau ibu rumah tangga yang memberikan semua kasih sayang dan perhatiannya untuk kesejahteraan anaknya yang sedang tumbuh. Herannya, ada ibu-ibu modern berlatih memegang senjata api dan senjata-senjata lainnya, sedangkan seharusnya mereka memangku anak-anaknya dan melatihnya menjadi warga negara yang baik dan patuh kepada hukum.

Kecenderungan modern dan sikap dari ibu-ibu yang bekerja terhadap anak-anaknya, juga cenderung mengikis habis nilai yang paling baik yaitu kasih anak pada orang tua, yang diharapkan agar anak-anak memberikan kepada orang tuannya. Penggantian air susu ibu oleh susu botol juga salah satu sebab terkikisnya kasih sayang diantara ibu dan anak. Selama ini, ketika ibu memberi air susunya dan memangku bayi ditangannya, kasih sayang diantara ibu dan anak lebih besar dan pengaruh ibu atas anak demi kesejahteraannya lebih nyata. Dalam keadaan yang demikian, kasih sayang anak kepada orang tua, keakraban keluarga dan kepatuhan pasti akan ada. Ciri-ciri tradisional ini adalah untuk kebaikan dan kesejahteraan anak. Terserah kepada orang tua, teristimewa ibu untuk mengadakannya. Ibu bertanggung jawab untuk anak yang berkelakuan baik atau untuk anak yang mengalah. Ibu dapat mengurangi kenakalan! Pada tingkat pemikiran yang lebih tinggi, anda akan melihat segala sesuatunya sebagaimana adanya, dan bukan sebagaimana yang anda ingin lihat, maka anda akan mengetahui bahwa anda bertanggung jawab atas segalanya.

�Mereka yang hidupnya melawan alam, harus menghadapi akibat-akibatnya baik secara badaniah atau rohaniah.�

BAGAIMANA MENGURANGI PENDERITAN MENTAL ANDA

Bila saja kesukaran-kesukaran dan persoalan-persoalan tertentu timbul, ada berbagai jalan dan cara bagi anda untuk menyiapkan pikiran agar mengurangi penderitaan dan kesedihan mental anda. Yang pertama dan paling utama ialah anda harus mencoba sifat dunia dimana anda hidup. Anda harus menyadari, bahwa anda tidak dapat mengharapkan segala sesuatunya didunia ini sempurna dan berjalan lancar. Dunia tidak selalu sesuai dengan keinginan anda. Anda harus siap sedia menghadapi kesulitan-kesulitan dan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Tak ada dunia dan tak ada kehidupan tanpa persoalan-persoalan.

Bila anda mempunyai keinginan yang kuat untuk hidup dan kegilaan yang luar biasa untuk menikmati kesenangan-kesenangan indrawi dari dunia ini, anda harus membayar harganya dalam bentuk penderitaan fisik dan keresahan mental. Ini dapat disamakan dengan pembayaran sewa �rumah� yang anda diami - sewa itu berupa �penderitaan fisik dan keresahan mental,� dan �rumah� itu adalah badan fisik anda, yang anda tempati untuk sementara. Melalui �badan� anda, anda menikmati kesenangan-kesenangan indrawi anda dan anda harus membayar untuk itu. Tidak ada yang cuma-cuma di dunia ini. Tetapi, bila anda berkeinginan menghapuskan atau menghilangkan �penderitaan fisik� atau �keresahan mental�, anda harus mencoba untuk meninggalkan atau mengurangi dorongan keinginan yang kuat atau keinginan untuk kesenangan-kesenangan duniawi. Selama anda dikuasai �dorongan keinginan� ini, anda akan terkena penderitaan-penderitaan yang diakibatkannya. Untuk menghilangkan �penderitaan fisik dan keresahan� serta mendapatkan �kebahgiaan spiritual�, anda harus memilih. Tidak ada jalan lain. Oleh sebab itu, anda tidak seharusnya menuduh orang lain bila anda menjumpai persoalan-persoalan sewaktu anda menikmati kesenangan-kesenangan indrawi.

Salah satu cara untuk mendapatkan penghiburan atas keresahan mental dan kesedihan anda yang sekali sekali muncul ialah memahami tingkat penderitaan dan kesukaran anda dibandingkan dengan yang dialami orang-orang lain. Bila anda tidak bahagia, anda merasa dunia ini melawan anda. Anda berpikir segala sesuatu disekeliling anda akan hancur. Anda merasa akhir dari segala-galanya sudah dekat. Tetapi bila anda mencoba dalam pikiran anda mendaftarkan penderitaan-penderitaan anda dan berkat-berkat yang anda peroleh, dengan heran anda akan mendapati bahwa keadaan anda lebih baik dari banyak orang lainnya. Barangkali anda pernah mendengar ucapan, �Saya mengeluh tidak punya sepatu sampai saya bertemu dengan orang yang tidak punya kaki.� Pendeknya, anda telah membesar-besarkan kesukaran-kesukaran dan persoalan-persoalan anda. Banyak orang lain lebih buruk keadaannya dari anda dan mereka tidak risau secara berlebih-lebihan. Persoalan-persoalan selalu ada, dan anda seharusnya berusaha memecahkannya dan bukan merisaukannya serta menciptakan gangguan dan beban mental. Orang China mempunyai peribahasa praktis tentang memecahkan persoalan-persoalan:

�Bila anda mempunyai persoalan besar, usahakanlah menguranginya menjadi persoalan kecil. Bila anda mempunyai persoalan kecil, usahakanlah agar menjadi tidak ada.�

Cara lain yang dapat dipakai untuk membatasi kesukaran-kesukaran dan persoalan-persoalan anda dan menguranginya menjadi kadar yang wajar, ialah memperinci kembali apa yagn telah anda alami sebelumnya dalam keadaan yang sama atau dalam keadaan yang lebih buruk, dab bagaimana anda dengan kesabaran dan usaha anda telah dapat mengatasi kesukaran-kesukaran anda yang nampaknya tidak dapat diatasi. Dengan berbuat demikian, anda tidak membiarkan diri anda �ditenggelamkan� persoalan-persoalan dan kesukaran-kesukaran anda yang ada. Sebaliknya anda akan berketetapan hati memecahkan hal-hal atau persoalan-persoalan apa saja yang mungkin anda hadapi. Anda harus menyadari bahwa anda telah mengalami keadaan-keadaan yang lebih buruk, dan anda siap menghadapi persoalan apa saja yang datang. Dengan kerangka berpikir seperti ini, anda akan segera mendapatkan kepercayaan diri dan akan dapat menghadapi serta memecahkan persoalan-persoalan apa saja yang menunggu anda.

TIDAK SEMUA ORANG SAMA BAIKNYA

Kadang-kadang ada keluhan-keluhan dari orang-orang tertentu, yang tidak pernah menyebabkan atau menimbulkan kesusahan bagi orang-orang lain, bahkan mereka adalah korban yang tidak bersalah dari kesewenagan-wenangan orang lain. Jadinya mereka merasa frustasi (kesal) bahwa sekalipun mereka hidup baik-baik, mereka disakiti meskipun mereka tidak bersalah. Dalam keadaan yang demikian, korban yang tidak bersalah itu mesti menyadari dan mengetahui bahwa dunia ini terdiri dari banyak macam orang - yang baik dan yang kurang baik, yang jahat dan kurang jahat, dan banyak macam kegilaan. Korban yang tidak bersalah itu dapat menghibur dirinya bahwa dia termasuk kedalam golongan baik sedangkan sipengganggu kedamaian termasuk kedalam golongan jahat, dan bahwa pada peristiwa-perisitwa tertentu, dia akan tetap menghadapi perbuatan-perbuatan salah dari mereka-mereka yagn termasuk golongan jahat.

Hal yang hampir sama, dapat kita lihat pada �supir yang baik dan berhati-hati� dan �supir yang jelek dan sembrono,� supir yang baik dan berhati-hati berusaha mengendaria mobil dengan berhati-hati untuk mencegah kecelakaan. Tetapi begitupun supir yang baik dan berhati-hati itu menemui kecelakaan-kecelakaan yang bukan disebabkan kesalahannya, tetapi karena kesalahan supir yang jelek dan sembrono. Jadi kadang-kadang, orang-orang baik harus menderita, karena ada orang-orang jahat dan sembrono sepreti adanya supir yang jelek dan sembrono. Dunia yang demikian tidaklah buruk dan juga tidaklah baik. Dunia yang demikian menghasilkan penjahat-penjahat dan juga orang-orang suci, orang-orang bodoh dan orang-orang yang berpikir terang. Dari tanah liat yang sama, dapat dibuat barang yang indah dan buruk, barang yang berguna dan tidak berguna. Kwalitasnya bergantung kepada tukangnya, dan bukan kepda tanah liatnya. Dalam hal ini tukangnya adalah anda sendiri, yang satu-satunya bertanggung jawab menempuh kebahagiaan atau ketidak bahagiaan anda sendiri.

ANDA MENDAPATKAN APA YANG ANDA CARI

Bila anda mencoba sebaik-baiknya mengatasi kesukaran-kesukaran anda dengan mempraktekkan nasehat yagn diberikan dalam buku saku ini, maka pasti anda akan menjumpai kedamaian dankebahagiana serta keselarasan yang anda cari.

http://www.geocities.com/bbcid.geo

KEBIASAAN ITU SUKAR DIHILANGKAN

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Kebiasaan Itu Sukar Dihilangkan

Barangsiapa berbuat jahat terhadap orang baik, orang suci dan orang yang tidak bersalah, maka kejahatan itu akan berbalik menimpa diri orang bodoh itu, bagaikan debu yang dilempar melawan arah angin. [Dhammapada 125]

Dalam kehidupan bermasyarakat kita dihadapkan dengan berbagai persoalan yang kadang-kadang terasa amat sangat sulit diselesaikan, terutama dengan orang yang terlibat di dalamnya sulit diajak bekerjasama. Kerjasama dalam hubungan antarsesama tentu bisa melalui banyak cara. Dalam kehidupan sehari-hari tentu sudah umum kita kenal istilah ‘kebiasaan’. Kadang-kadang tanpa kita sadari dalam pikiran kita bersandar suatu pola pikir yang halus tapi kurang baik bahkan tidak mengenakkan bagi pihak lain. Apakah kebiasaan itu bisa dihentikan? Apakah kebiasaan itu memang harus berlarut-larut? Mari kita simak uraian berikut ini dengan cermat.

Kebiasaan Membunuh Makhluk Hidup

Orang yang senang membunuh cenderung merasa bahwa apa yang dilakukannya itu tidak salah. Padahal membunuh makhluk hidup jenis apa pun tetap tergolong perbuatan jahat dan melanggar sila ke-1 pancasila Buddhis. Apakah bunuh diri juga termasuk pelanggaran sila ke-1? Sang Buddha pernah mengatakan bahwa mengakhiri hidupnya sendiri (bunuh diri) adalah bentuk manifestasi lain dari pembunuhan. Dalam Kodhana Sutta, Avyakata Vagga, Anguttara Nikaya VII, Sang Buddha mengidentifikasi kecenderungan-kecenderungan penyebab bunuh diri adalah ketidakseimbangan pikiran.

Apakah dengan membunuh boleh dikatakan menjadi sumber kegembiraan? Sang Buddha tidak pernah menganjurkan siapapun untuk mengekspresi kegembiraan pribadi di hadapan seekor binatang yang sedang menderita. Apalagi melakukan sendiri membunuh makhluk hidup yang memiliki harapan sama dengan kita untuk hidup bebas dari peneritaan. Secara jelas hal itu tidak bisa dibenarkan dalam ajaran Buddha.

Bagaimana dengan membunuh binatang untuk dikonsumsi demi mempertahankan hidup? Sang Buddha memberikan izin kepada para bhikkhu untuk mengkonsumsi daging dengan syarat: umat tidak membunuh binatang secara khusus untuk disuguhkan dagingnya kepada mereka. Ini berarti mengkonsumsi daging adalah masalah yang berbeda dengan membunuh binatang.

Dalam Gihi Sutta, Upasaka Vagga, Anguttara Nikaya V, Sang Buddha mengkonfirmasikan secara jelas bahwa Beliau memberikan nasihat kepada para perumahtangga untuk menghindari ketergantungan terhadap pengkonsumsian daging binatang bilamana mereka masih memiliki pisik yang kuat. Dalam kondisi normal menjadikan binatang sebagai sumber pangan adalah salah.

Akan tetapi dalam suatu keadaan yang cenderung kehilangan harapan hidup, keputusan secara pribadi akan bisa terjadi sebaliknya, merasa perlu bahkan harus mendapatkan daging binatang untuk dikonsumsi demi mempertahankan hidup. Sang Buddha menyatakan dalam kondisi seorang individu memiliki pisik yang lemah akan menjadi alasan yang bisa diterima bilamana ia hidup tergantung makanan dari bahan daging. Contoh nyata adalah manusia yang hidup di kutub utara atau kutub selatan, mereka membutuhkan makanan dari bahan daging untuk pertahananan hidup mereka.

Kebiasaan Mengambil Barang Bukan Milik

Perbuatan salah yang didefinisikan sebagai mencuri atau mengambil barang yang tidak diberikan terdapat dalam Veludvareyya Sutta, Sotapatti Samyutta, Maha-Vagga, Samyutta Nikaya V. Sang Buddha secara jelas menekankan terutama kepada para perumahtangga untuk menghindari pengambilan barang dengan cara menipu, korupsi, atau cara-cara terpaksa untuk memperoleh penghasilan materi.

Kebiasaan Terhadap Lawan Jenis

Memang benar Sang Buddha mengakui seksualitas merupakan dorongan yang amat sangat kuat bagi individu manusia seperti yang terdapat dalam Cittapariyadana Vagga, Anguttara Nikaya I. Sang Buddha mengatakan bahwa tidak ada bentuk, suara, bau atau sentuhan lain yang terus menerus mengobsesi pikiran seseorang selain bentuk, suara, bau dan sentuhan lawan jenisnya.

Sang Buddha justru memberikan petunjuk supaya para perumahtangga mampu mengendalikan kekuatan keinginan mereka masing-masing. Sebagai perumahtangga seharusnya memperhatikan dan menjaga hubungan yang saling peduli satu sama lain antara suami dengan istri agar tidak timbul keterpaksaan yang bersifat sepihak dalam melakukan tugas dan kewajiban masing-masing pihak.

Sering ada pertanyaan dari banyak pihak, ‘apakah seorang wanita dengan seorang pria yang tidak memiliki hubungan suami istri yang sah boleh melakukan hubungan seksual karena satu sama lain suka sama suka?

Dalam hal ini kita harus melihat niat awal yang menyertai perbuatan yang disebut suka sama suka itu mungkin terlihat dan terkesan seolah-olah tidak ada masalah. Tentu di samping niat awal, juga yang harus dilihat adalah akibat dari perbuatan itu. Adapun hal-hal yang bisa terjadi sebagai akibat dari perbuatan itu adalah: menjadi orangtua yang tidak diinginkan, penyakit menular seperti AIDS dan HIV, banyak pihak lain yang tidak senang, dsb. Jadi, sebetulnya pendekatan yang paling sesuai untuk melihat dan menilai hal tersebut adalah dengan melihat baik dan buruknya niat dan akibat yang dihasilkan. Kalau niat seolah-olah terkesan tidak ada masalah, dampak atau akibatnya sangat jelas tidak bisa diterima oleh pihak lain.

Kebiasaan Berbohong (Berucap Salah)

Dalam Veludvareyya Sutta, Sotapatti Samyutta, Maha-Vagga, Samyutta Nikaya V dikatakan, ‘Jika seseorang merusak kesejahteraan saya dengan berbohong, perbuatan itu jelas tidak menyenangkan terhadap diri saya. Jika saya sendiri melakukan hal yang sama, perbuatan saya itu tentu tidak menyenangkan terhadap banyak pihak lain. Orang yang bisa melakukan perenungan dengan cara seperti itu seharusnya akan menghindari untuk berbohong (musavada)’.

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa ucapan salah/palsu timbul dari kekuatan niat si pelaku untuk merusak kesejahteraan banyak pihak lain. Niat awal dan terutama akibat akhir yang buruk adalah faktor-faktor yang paling menentukan bahwa ucapan itu sesungguhnya tidak benar.

Sikap Sang Buddha Terhadap Kisa Gotami

Cerita mengenai Kisa Gotami yang memiliki anak tunggal meninggal dunia menjadi menarik untuk dibahas dalam hal ini. Pada saat Kisa Gotami mengalami stress berat karena kehilangan anak tunggal (meninggal dunia), Sang Buddha memberikan petunjuk supaya ia mencari segenggam biji lada yang harus didapat dari rumah yang sama sekali tidak pernah terjadi kematian.

Sang Buddha tidak mengatakan yang sebenarnya bahwa anak itu tidak akan mungkin hidup lagi, karena akan membawa bahaya bagi Kisa Gotami sendiri. Tetapi dengan cara seperti yang Sang Buddha katakan, bahwa anaknya akan bisa hidup kembali dengan segenggam biji lada dari rumah yang bebas dari kematian. Namun, Kisa Gotami akhirnya menjadi sadar bahwa tidak mungkin ada rumah yang sama sekali tidak pernah terjadi kematian, dan dia sadar juga bahwa kematian anaknya memang sudah terjadi dan tidak mungkin hidup lagi. Kebiasaan cara berpikirnya yang salah menjadi terbuka dan menemukan bahwa cara berpikirnya itu salah. Kemudian setelah dia menyadari sepenuhnya akan kenyataan itu, maka dia menjadi mengerti dan tenang. Betapa sukarnya pola pikir yang salah dan kuat itu harus dihapus.

Kebiasaan Menikmati Barang Madat

Sang Buddha menyatakan bahwa sila kelima ini harus digunakan untuk mencegah kebiasaan dan menjauhkan diri dari ketagihan terhadap segala minuman dan barang madat yang bisa menyebabkan lemahnya kesadaran (mabuk).

Kesimpulan

Semua yang berhubungan dengan kemoralan atau praktik sila ini bukan menimbulkan rasa tertekan akan tetapi terkait kebiasaan setiap orang dalam kehidupan setiap hari. Kebiasaan buruk yang sudah kuat akan membawa bahaya bagi pribadi sendiri dan juga orang lain di sekitarnya, dan sulit untuk dihilangkan. Dengan kesadaran yang lemah dapat menimbulkan kekeliruan yang tidak mengenal arah, tidak bisa membedakan mana yang baik dengan mana yang buruk. Perbuatan jahatnya pun mengarah ke semua sasaran secara membabi buta, sehingga orang baik, orang benar, orang suci pun dijadikan sasaran. Namun, seperti yang dikutip dari Dhammapada ayat 125 tersebut di atas, siapapun yang berbuat jahat dengan sasaran orang baik, orang tidak bersalah, bahkan orang suci, ia sendiri sebagai pelaku sesungguhnya akan tertimpa akibat dari perbuatannya itu sendiri.

Betapa amat sangat sulitnya mengubah apalagi menghapus atau menghilangkan cara-cara yang sudah menjadi kebiasaan itu.

Sadarkah kita bahwa kita masih seperti itu? Semoga tidak demikian! Semoga kita sadar sesadar mungkin sehingga kita dapat melepas kebiasaan-kebiasaan buruk ada pada diri kita sendiri.

Sadarlah! Sadarlah! Sadarlah!

Sadhu!

Sumber:

Beautiful Living, Buddha’s Way to Prosperity, Wisdom, and Inner Peace (Bhikkhu Basnagoda Rahula, Ph.D)

- Houston, Texas, USA 2006

Oleh Bhikkhu Cittagutto Thera (09-12-2007

MENETAPKAN TUJUAN DALAM HIDUP ”MENGAPA SUSAH?”

Oleh : Bhikkhu Khemanando

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Pernyataan yang indah “MENGAPA SUSAH?” kalau kita pikir bukankah lebih mudah mengangkat kaki kita (diatas meja) sambil menghidupkan televisi dan berangan-angan? Maksud saya, benar demikian bukan? Mari kita lihat, seandainya kita tidak mempunyai tujuan, sudah barang tentu kita tidak akan pernah bisa mencapai apa yang kita inginkan. Syndrome ini memang disukai banyak orang baik kaum tua, muda bahkan anak kecilpun tidak mau ketinggalan. Menonton TV sekarang sudah menjadi ajaran baru bagi mereka yang tidak mengerti hakekat hidup yang sebenarnya, kebanyakan orang-orang sekarang lebih condong nonton TV daripada belajarAgama, dan ini merupakan kemorosotan moral bagi manusia pada era globalisasi saat ini. Apalagi kalau sudah kecanduan yang namanya SINETRON dan ditambah lagi ngefans sama actors dan aktrisnya malah lebih parah ketimbang orang yang dikatakan CRAZY. Kalau kita menyadari bahwa kita saat ini adalah apa yang telah kita perbuat pada kehidupan yang lampau dan apa yang akan kita lakukan saat ini akan menentukan kehidupan kita yang akan datang. Maka kita akan lebih condong kearah religious dan spiritual untuk kita lakukan, karena arah ini yang akan menentukan kita lepas dari ikatan samsara. Mungkin ada beberapa alasan sehingga anda melakukan semua itu - suatu hari kelak kita AKAN………..


namun pertanyaan berikutnya adalah APAKAH SUATU HARI KELAK KITA MASIH SEPERTI INI TERUS? Menakutkan seperti arah pikiran itu sendiri, kini saatnya kita menghadapi kenyataan - apakah kita juga telah dirasuki oleh syndrome ini? Kita mungkin sangat tangkas untuk mencari alasan untuk ketidakmampuan kita dalam mencapai beberapa tujuan dalam hidup atau dalam kenyataan orang disekitar kita bisa mencapai tujuan hidup mereka. Kita sering memberi alasan untuk keberhasilan mereka berdasarkan hal-hal yang bukan berasal dari diri mereka sendiri, misalnya;

a. Orang tua mereka KAYA.

b. Mereka selalu beruntung.

c. Mereka mengenal orang-orang penting.

d. Mereka memanfaatkan orang lain untuk mencapai keberhasilan.

Alasan-alasan seperti itu membuat kita merasa lebih enak dan menutup mata (CAKKHU) kita terhadap kenyataan bahwa kita mungkin tidak berusaha sekeras mereka, barangkali kita tidak konsisten dengan apa yang kita lakukan, dan tidak terencana atau terfokus pada pencapaian tujuan-tujuan kita sebagaimana yang telah dilakukan oleh mereka. Jadi, sementara orang-orang menjadi defensive dan mencari-cari alasan bagi diri mereka sendiri, orang lain menikmati buah kerja keras mereka. Mereka percaya pada diri sendiri- ” Saya pasti akan berhasil dalam hidup dan kalaupun ada yang harus terjadi, maka sayalah yang akan menentukannya”. Namun, sangat jelas bahwa ada orang bisa dan mau berhasil, dan ada pula yang tidak bisa dan tidak mau berhasil. Jika anda termasuk dalam kategori TIDAK BISA DAN TIDAK MAU, maka artikel ini tertulis untuk anda. Jangan hanya sekedar membacanya; pastikan bahwa anda akan mencoba dan menerapkan ajaran-ajaran Buddha dengan baik dan sadar dalam kehidupan anda. Dengan melaksanakn ajaran-ajaran Buddha yang telah disajikan untuk kita dan semoga anda bisa beralih ke kategori SAYA BISA DAN SAYA MAU. Ada begitu banyak peluang, begitu banyak petualangan baru dan menyenangkan untuk dinikmati. Sekarang mari kita tinjau lebih jauh mengapa kita harus menetapkan tujuan dalam hidup;

1. Supaya dapat memberi arah hidup kita.

2. Supaya bisa berperan aktif sebagai penunjuk arah dalam hidup kita.

3. Supaya bisa membantu memperkuat harga diri kita.

4. Supaya dapat memperlihatkan tingkat kematangan diri kita.

5. Supaya dapat membantu kita dalam mencapai keseimbangan dalam hidup.

6. Supaya dapat membantu kita dalam menghadapi berbagai perubahan dalam hidup kita.

Ini jarang dialami dan dipahami oleh orang-orang yang belum pernah memiliki tujuan dalam hidupnya. Seorang Buddhist yang memahami ajaran Buddha secara betul-betul akan mengerti tentang kehidupan beserta tantangan-tantangannya. Maka seseorang yang mempunyai tujuan yang murni untuk mempraktekkan ajaran Buddha, hendaknya diperhatikan dan dipahami secara benar, sejauh mana Dhamma yang telah kita pahami. Maka kita harus berusaha menyelami serta membuktikan dengan diri sendiri (Ehipassiko). Semua orang saat ini mengakui bahwa kehidupan ini tidak memuaskan, semua berpendapat dibutuhkan suatu perubahan sikap dan perilaku untuk memperbaiki keadaan ini. Kita tahu bahwa ajaran Buddha berinti pada Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani). Disebut Empat karena terdiri dari Empat Pernyataan. Disebut Kesunyataan karena menyatakan Kebenaran Mutlak. Dan disebut Mulia karena barang siapa yang memahaminya Niscaya akan menjadi Mulia atau Yang Tercerahkan. Pertama adalah Dukkha Ariyasacca (penderitaan, ketidakpuasan). Dalam kehidupan sudah barang tentu akan kita jumpai hal-hal diatas, tidaklah mungkin dalam hidup kita tanpa pernah mengalami penderitaan, atau ketidakpuasan. Mau tidak mau hal ini tidak bisa dielakkan seperti; kesakitan, luka, kelelahan, kesedihan, ketuaan, bahkan kematian. Kita juga memikul penderitaan batin seperti; kesepian, kekecewaan, broken heart, ketakutan, rasa malu, kejengkelan dan lain sebagainya. Semua itu tidaklah mungkin kita bisa lari dari kenyataan. Tetapi dengan kejadian-kejadian seperti itu malah akan membuat hidup kita menjadi tahu akan sifat-sifat itu secara objektif. Bagaimana kondisi ketika kita marah, tahu bagaimana ketika ketakutan itu muncul dan sebagainya. Maka dengan intelektual yang kita miliki, usahakanlah diri kita untuk menyelaminya dan selalu mengontrolnya dengan benar, maka disitu akan timbul kejujuran dan kebaikan terhadap orang lain. Dan dari hal itu sendiri kita akan tentram dan terbebas dari kekhawatiran dan penyesalan. Yang kedua adalah menyatakan bahwa penderitaan disebabkan oleh keinginan (tanha) dan inilah yang dinyatakan sebagai Dukkha samudaya Ariyasacca. Hal ini tidak sulit kita buktikan dalam kehidupan kita saat ini. Mari kita tinjau penderitaan yang bersifat betiniah, misalnya; kita menginginkan sesuatu namun ternyata sesuatu itu tidak terpenuhi, maka kita akan merasa kecewa. Kesunyataan kedua ini menyatakan bahwa mendapatkan apa yang kita inginkan tidak menjamin tercapainya kebahagiaan mutlak itu hanya kebahagiaan semu yang selalu kita pelihara. Daripada kita memaksakan keinginan, cobalah kita batasi keinginan-keinginan tersebut. Nafsu dan keinginan adalah akar munculnya penderitaan dan itu hanya akan menghilangkan rasa puas dan menemukan kebahagiaan semua didalam diri kita. Kesunyataan ketiga adalah menyatakan bahwa penderitaan dapat diatasi dan kebahagiaan dapat tercapai. Kesunyataan itulah yang disebut Dukkha Nirodha Ariyasacca. Kesunyataan inilah yang terpenting diantara yang lain didalam kesunyataan mulia (Cattari Ariya Saccani) karena disini Buddha meyakinkan kita bahwa kebahagiaan mutlak dapat dicapai. Apabila kita dapat mengendalikan nafsu dan mau belajar memahami hidup secara benar, menikmati hidup secara benar, bebas dari nafsu keinginan yang tidak berkesudahan, sabar dalam menghadapi permasalahan hidup, bebas dari rasa takut, bebas dari rasa benci, dan angkara murka; maka kita akan mencapai suatu hakekat kebahagiaan dan terbebas dari penderitaan. Terbebas dalam artian baik jasmani (Rupa) maupun Batin (Nama), inilah yang disebut kebahagiaan mutlak (Absolut). Kesunyataan keempat adalah jalan menuju lenyapnya Dukkha atau yang disebut Dukkha Nirodha Gaminipattipada. Dan jalan inilah yang disebut sebagai Jalan Tengah atau Attha Ariya Magga, yaitu; Pengertian, Pikiran, Ucapan, Perbuatan, Mata Pencaharian, Usaha, Perhatian, dan Konsentrasi yang benar. Dengan jalan inilah seseorang akan membimbing dirinya menuju keadaan damai atau kebahagiaan sejati. Kedelapan jalan inilah yang merupakan tujuan hidup yang benar. Sangat memuaskan memang apabila kita semua dapat mempraktekkan kedelapan ini dengan sempurna, tetapi kita harus berusaha mentransformasikan pikiran kita menuju kejalan itu dengan baik dan benar. Mudah-mudahan kita manusia bisa mengenal jalan ini agar tujuan hidup kita untuk merealisasi kebebasan mutlak dan segala kekotoran batin kita bisa lenyap dari dalam diri kita dan kita akan merasakan indahnya tujuan hidup yang benar tersebut. Tetapi bagi mereka yang tidak mengenal dan tidak meyakini jalan ini maka mereka tidak akan puas dengan keberadaan mereka saat ini. Jadi penetapan tujuan hidup kita tergantung kita sendiri, maka dari itu tujuan hidup yang benar harus dibarengi dengan niat dan tekad yang tulus dan kuat dari dalam diri kita sendiri. Ya, itulah mengapa diantara Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah USAHA BENAR. Hal ini tergantung ketulusan hati kita, seberapa besar energy yang kita gunakan untuk melemahkan kekotoran batin kita, beberapa orang dengan mudah menjalani kehidupan ini dibawah pengaruh kebiasaan terdahulu, tanpa ada usaha untuk merubah kebiasaan buruknya. Semakin kita biarkan kebiasaan-kebiasaan buruk itu muncul, maka akan sulit juga mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut. Kita seorang Buddhist harus mengerti akan tindakan kita yang berakibat burukdan selalu mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang bisa menghasilkan kebahagiaan dan kegembiraan didalam batin. Meditasi atau Bhavana adalah salah satu teknik yang digunakan untuk mengubah pola kebiasaan dalam batin seperti misalnya menahan diri untuk tidak berbicara dan tidak bertindak yang tidak benar. Keseluruhan dari kehidupan seorang Buddhist adalah latihan atau praktek untuk menyucikan dan membebaskan batin kita dari noda keserakahan (Lobha), Kebencian (Dosa) dan kebodohan (Moha). Apapun yang kita dapatkan, semua adalah bahan bakar yang mengobarkan peningkatan harga diri kita dan untuk mengingatkan kita bahwa kita mampu dan bisa melakukannya. Jadi kunci utamanya adalah harus selalu eling (Sati) dan selalu waspada terhadap Syndrom AKAN INI dan AKAN ITU. Maka beralihlah dari saya tidak mau dan tidak bisa menjadi saya mau dan saya bisa mempraktekkan tujuan tersebut. Kegagalan bukanlah moster yang harus kita takuti tetapi kegagalan adalah bentuk atau cara untuk mengingatkan diri kita bahwa diri kita masih harus tetap belajar dan belajar. Ini jelas bukan suatu daftar kendala yang lengkap, yang dapat menghalangi perjalanan mencapai tujuan hidup kita. Akan tetapi, cukup untuk memberikan suatu gambaran tentang apa yang mungkin akan anda hadapi dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang akan datang, semoga dengan keyakinan kita terhadap Tiratana akan bisa mengantarkan kira menuju tujuan yang damai dan bahagia. Dan semoga Dhamma akan selalu bersinar didalam diri kita hingga akhirnya tercapailah Nibbana.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

Semoga semua makluk turut berbahagia


http://cetiyamahasampatti.wordpress.com/

03 Mei 2009

BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Kala itu, Sang Bhagavā tengah berdiam di dekat Rājagaha di Vihāra Veuvana, di cagar alam tempat memberi makan tupai hitam (Kalandakanivāpa). Setelah Sang Bhagavā bangun pada fajar hari, Ia membawa mangkuk dana dan jubah luar-Nya, lalu menuju ke Rājagaha untuk menerima dana. Dalam perjalanan tampak oleh-Nya Sigālaka tengah memberi sembah hormat ke pelbagai arah. Beliau bertanya, ”Perumah Tangga Muda, mengapa setelah bangun pagi-pagi dan keluar dari kota Rājagaha dengan pakaian dan rambut basah, engkau menyembah ke enam penjuru?”

”Bhante, sebelum meninggal, ayah menasehati saya untuk melakukan hal ini. Bhante, karena rasa hormat saya terhadap kata-kata ayah, yang sungguh saya puja, saya hormati, dan saya anggap sakral, saya bangun pagi-pagi untuk menyembah ke enam penjuru.”

Sang Bhagavā berkata, ”Perumah Tangga Muda, siswa suci meninggalkan keempat perbuatan kotor; ia menjauhkan diri terhadap keempat penyebab perbuatan buruk dan tidak menjalani keenam penyebab lenyapnya kekayaan. Demikianlah, dengan menghindari keempat belas hal buruk ini, siswa suci melingkupi enam penjuru; dengan latihan seperti ini, ia menjadi penakluk kedua dunia dan ia akan hidup dengan baik dalam dunia ini dan dunia berikutnya. Dan saat tubuhnya terurai setelah mati, ia akan pergi ke tempat yang baik, dunia surgawi.”

Lebih lanjut dijelaskan tentang sahabat sejati yang patut diajak bergaul, sahabat palsu yang harus diwaspadai, dan makna yang terkandung dalam pemujaan enam penjuru. Dimulai dari makna memuja arah timur sebagai lambang penghormatan terhadap orangtua. (Sigalovāda Sutta).

Setiap anak pasti lahir dari orangtuanya dan tidak akan pernah terbalik anak melahirkan orangtua. Jadi, setiap anak mempunyai kewajiban untuk menghormati orangtua. Dalam sutta yang sama, Sang Bhagavā bersabda bagaimana hendaknya orangtua membimbing anak-anaknya dan bagaimana seorang anak menghormati orangtuanya.

Dalam Aguttara Nikāya, Buddha menegaskan, ”Para bhikkhu, keluarga berdiam dengan brahma, bila di rumah mereka, orangtua dihormati oleh anak-anaknya. Keluarga itu berdiam dengan guru-guru awal, bila di rumah mereka, orangtua dihormati oleh anak-anaknya. Keluarga itu berdiam dengan dewa-dewa awal, bila di rumah mereka orangtua, dihormati oleh anak-anaknya. Keluarga itu berdiam dengan mereka yang pantas dipuja, bila di rumah mereka orangtua, dihormati oleh anak-anaknya.

Para bhikkhu, ”brahmā” adalah istilah untuk ayah dan ibu. ”Guru-guru awal” adalah istilah untuk ayah dan ibu. ”Dewa-dewa awal adalah istilah untuk ayah dan ibu. ”Mereka yang pantas dipuja” adalah istilah untuk ayah dan ibu. Mengapa? Orangtua amat banyak membantu anak-anaknya, mereka membesarkan anak-anaknya, memberi makan dan menunjukkan dunia kepada anak-anaknya. (Petikan Aguttara Nikāya, kelompok IV)

Mungkinkah budi jasa ayah bunda dapat dibalas? Sang Buddha bersabda, ”Kunyatakan O para bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya oleh seseorang. Siapakah yang dua itu? Ibu dan Ayah. Bahkan seandainya saja seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun, mencapai usia seratus tahun; dan seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta membersihkan kotoran mereka di sana -bahkan perbuatan itu pun belum cukup, dia belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan seandainya saja dia mengangkat orangtuanya sebagai raja dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas budi mereka. Apakah alasan untuk hal ini? Orangtua berbuat banyak untuk anaknya: mereka membesarkannya, memberi makan dan membimbingnya melalui dunia ini.

Tetapi, O para bhikkhu, seseorang yang mendorong orangtuanya yang tadinya tidak percaya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam keyakinan; yang mendorong orangtuanya yang tadinya tidak bermoral, membiasakan dan mengukuhkan di dalam moralitas; yang mendorong orangtuanya yang tadinya kikir, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kedermawanan; yang mendorong orangtuanya yang tadinya bodoh batinnya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kebijaksanaan -orang seperti itu, O para bhikkhu, telah berbuat cukup untuk ibu dan ayahnya: dia telah membalas budi mereka dan lebih dari membalas budi atas apa yang telah mereka lakukan.”

(Petikan Aguttara Nikāya, kelompok II)

Susu Dibalas dengan Air Tuba

Suatu hari hiduplah sepasang suami istri bersama satu orang putra. Mereka tinggal bersama dengan kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia dan buta. Pada awalnya keluarga tersebut hidup dengan tentram dan damai. Sang anak melakuakan kewajiban merawat orangtua dengan sabar dan penuh bakti. Demikian juga dengan sang menantu ia selalu setia mengikuti petunjuk sang suami. Tahun demi tahun pun berlalu. Belakangan, keluarga tersebut mengalami keretakan dan berakhir dengan peristiwa yang sangat menyedihkan. Kisahnya sebagai berikut:

Suatu hari sang istri mulai merasa bosan merawat mertuanya yang sudah jompo dan buta tersebut. Ia mulai mencari cara untuk menyingkirkannya dari rumah mereka. Akhirnya ia mendapatkan sebuah cara yang amat keji. Tanpa ragu ia pun mengajak suaminya untuk menyingkirkan kedua orangtuanya. Istri mulai mendesak.

Istri : ”Pa, saya sangat bosan merawat orangtuamu itu. Mereka berdua sangat menyebalkan dan merepotkan aku. Aku minta singkirkan saja mereka dari rumah kita.”

Suami : ”Lho kenapa? Mereka kan orangtuaku, mereka sudah merawat dan membesarkan aku sampai saat ini. Bagaimana mungkin aku menyingkirkan mereka? Tidak, aku tidak akan menelantarkan orangtuaku…!”

Istri : ”Aku minta tolong singkirkan mereka dari rumah ini pa…!”

Suami : ”Tidak… itu perbuatan yang durhaka… aku tidak mungkin melakukannya…!”

Istri : ”Kalau begitu pilih salah satu saja…! Singkirkan orangtuamu atau aku yang pergi dari rumah ini untuk selama-lamanya”

Sang suami bagaikan buah simalakama. Ia sangat menghormati dan berbakti pada orangtuanya. Namun ia juga sangat menyayangi istrinya. Ia tidak ingin kehilangan keduanya tetapi sulit baginya untuk memutuskan. Setelah lama ia berpikir dan menimbang, akhirnya sang suami bersedia mengikuti kemauan istrinya. Rencana jahat mulai dilakukan berawal dari kebodohan sang istri.

Suami : ”Sekarang bagaimana aku melakukannya?”

Istri : ”Gampang Pa… jawab sang istri dengan enteng. Bilang aja pada orangtuamu bahwa kamu mau mengajak mereka jalanjalan ke suatu tempat.”

Suami : ”Terus… bagaimana cara membawanya?”

Istri : ”Sekarang Papa bikin aja keranjang lalu gendong mereka dengan keranjang tersebut dan ketika tiba di hutan ditinggal aja di sana. Dengan begitu biar aja mereka dimakan harimau atau mati kelaparan. Yang penting sekarang kita terbebas dari kewajiban mengurus mereka. Bereskan?”

Sang suami mulai membuat sebuah keranjang. Di sudut ruangan, anaknya yang berusia lima tahun sedang memperhatikannya dan bertanya dengan polos.

Anak : ”Ayah sedang bikin apa?” Tanyanya penuh kepolosan hati.

Ayah : ”Ayah sedang bikin keranjang nak.” jawab sang ayah.

Anak : ”Untuk apa ayah bikin keranjang?” Ia melanjutkan dengan sedikit penasaran.

Ayah : ”Untuk menggendong kakekmu sewaktu kita rekreasi nanti nak.” Jawabnya meyakinkan

Anak : ”Nanti kalau sudah selesai dipakai tolong ayah simpan baik-baik di kamar ya ayah!” pintanya.

Ayah : ”Lah untuk apa anakku sayang?” Ia balik bertanya keheranan.

Anak : ”Karena nanti kalau ayah sudah seperti kakek, saya akan menggendong ayah untuk berekreasi dengan keranjang itu juga ayah dan saya tidak usah repot-repot bikin keranjang lagi kan? Ingat ya ayah!” Ia menegaskan sang ayah merenungkan kata-kata anaknya tadi.

Hati sang ayah bergejolak, tangannya gemetar dan akhirnya ia pun menghentikan niat dan rencananya untuk membuang orangtuanya. Rupanya, kata-kata sang anak yang begitu polos telah menyadarkannya dari perilaku yang menyimpang. Ia teringat tentang hukum kamma, hukum sebab dan akibat yang akan terus berputar. Ia pun memeluk anak semata wayangnya penuh kasih sayang dengan satu harapan ’semoga anakku menjadi anak yang berbakti terhadap orangtua’.

Demikianlah; hukum kamma akan selalu berproses dan berlaku universal. Apakah orang percaya atau tidak, sadar atau tidak, diakui atau tidak, hukum kamma universal ini akan bekerja sesuai alurnya kepada siapa saja tanpa kecuali. Sang Buddha bersabda, ”Sesuai dengan benih yang ditabur, begitulah buah yang akan dipanen. Pembuat kebajikan akan mendapat kebaikan. Pembuat kejahatan akan memetik buah kejahatannya” (Saṁyutta Nikāya 1259)

Oleh: Bhikkhu Suhadayo


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Flowers and Decors. Powered by Blogger